close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid. Alinea.id/Ayu Mumpuni
icon caption
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid. Alinea.id/Ayu Mumpuni
Nasional
Rabu, 12 Oktober 2022 18:35

Amnesty International: Polisi jangan simbolik, gas air mata bahaya

Amnesty menyinggung pedoman internasional soal gas air mata.
swipe

Amnesty International Indonesia mengingatkan kepolisian untuk menuntaskan tragedi Kanjuruhan dan tidak berhenti pada aksi simbolik. Hal itu sebagai tanggapan atas pernyataan Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo dan aksi sujud anggota Polri terhadap insiden tersebut.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, sikap sujud justru bertolak belakang dengan pernyataan terkait gas air mata. Pembelaan gas air mata bukan sebagai penyebab tewasnya korban itu adalah sikap yang dimaksud.

“Atas nama keadilan, akuntabilitas atas brutalitas aparat keamanan dalam tragedi Kanjuruhan tidak boleh berhenti pada aksi simbolik ataupun sanksi administratif. Pernyataan bahwa korban tewas dalam tragedi Kanjuruhan tidak disebabkan oleh gas air mata itu prematur, tidak empatik, dan mendahului proses investigasi yang masih berlangsung," katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (12/10).

Usman menyinggung pedoman internasional soal gas air mata. Pedoman itu menyebutkan, gas air mata sebagai senjata ‘kurang mematikan’ atau less-lethal weapon karena sejumlah pengalaman menunjukkan efek luka yang fatal dan bahkan berakibat kematian.

“Apalagi, jika ditembakkan ke dalam area stadion yang berisi puluhan ribu orang di mana jalan penyelamatan diri terbatas," ujarnya.

Pihaknya mendesak agar Tim Gabungan Independen Pencari Fakta agar menelusuri jenis penggunaan gas air mata tersebut. Sebab, jika yang dipakai polisi merupakan jenis CS (chlorobenzalmonolonitrile) bisa lima kali lipat mematikan apalagi dibandingkan CN (chloracetanophone).

“Senjata non-lethal weapon apapun, meskipun tidak didesain untuk membunuh, tetap dapat membunuh jika dilakukan dalam konteks dan cara yang keliru. Setidaknya harus memenuhi empat prinsip, yaitu legalitas, nesesitas, proporsionalitas, dan akuntabilitas," ucapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Direktur Amnesty International Indonesia Wirya Adiwena mengatakan, sikap pembelaan dari kepolisian dengan menyebut gas air mata tidak berbahaya telah mencederai publik yang tengah berduka dan ironis.

Lantaran pernyataan tersebut disampaikan pada hari yang sama ketika polisi di Malang melakukan aksi sujud simpatik. Sementara, Mabes Polri seharusnya lebih serius meminta warga yang menjadi saksi agar tidak takut bersuara dan menjamin keselamatan mereka.

“Jangankan menembakan gas air mata, membawa saja dilarang FIFA. Jadi melanggar legalitas. Apalagi menembak ke arah tribun. Itu tidak perlu dan tidak proporsional sehingga melanggar prinsip nesesitas dan proporsionalitas. Karenanya harus ada akuntabilitas," ujarnya.

Terakhir, kepolisian membantah ratusan korban yang meninggal dan terluka dalam insiden Kanjuruhan, Sabtu (1/10) lalu, karena gas air mata. Mereka meninggal karena kekurangan oksigen pada insiden tersebut.

Kadiv Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, keterangan itu berdasarkan penjelasan para ahli dan dokter spesialis yang menangani ratusan korban. Para dokter merupakan spesialis penyakit dalam, paru-paru, THT, dan penyakit mata.

“Tidak satupun yang menyebutkan bahwa penyebab kematian adalah gas air mata, tapi penyebab kematian adalah kekurangan oksigen. Karena apa? Berdesak-desakan, terinjak-injak, bertumpuk-tumpukan mengakibatkan kekurangan oksigen di pada pintu 13, pintu 11, pintu 14, dan pintu 3. Ini yang jadi korbannya cukup banyak,” kata Dedi kepada wartawan, Senin (10/10).

Dedi menyebut, gas air mata hanya memberi dampak pada mata, kulit, serta pernafasan, dan hanya sebatas iritasi. Dia mencontohkan, pada mata akan terjadi iritasi yang dirasakan selayaknya terkena air sabun. Perih namun bisa sembuh dan tidak memberikan dampak yang fatal. Apalagi, dalam gas air mata tidak ada racun yang berdampak kematian pada seseorang.

Dedi menyampaikan, pernyataan itu juga berdasarkan keterangan Guru Besar Universitas Udayana bidang Toksikologi Forensik, Professor I Made Agus Gelgel Wirasuta dan Ahli Kimia dan persenjataan Universitas Pertahanan, Dr Masayu Elita. Gas air mata disebut tidak mematikan meski digunakan dalam skala tinggi.

“Kemudian juga beliau menyampaikan juga apabila gas air mata ini dampaknya, dampaknya hanya terjadi iritasi pada mata, iritasi pada kulit dan iritasi pada pernafasan. Dokter spesialis mata menyebutkan ketika kena gas air mata pada mata khususnya memang terjadi iritasi, sama halnya seperti kita kena air sabun,” ujar Dedi.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Ayu mumpuni
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan