Pelaku anak kasus penganiayaan David Ozora, AG, dinilai tidak berhak mendapatkan diversi atau penyelesaian perkara di luar pengadilan. Pangkalnya, dijerat pasal berlapis dan terancam hukuman di atas 7 tahun.
"Ancaman pidana yang wajib diversi itu 7 tahun ke bawah. Tujuh tahun ke atas enggak wajib," ucap pengamat hukum pidana Universitas Indonesia (UI), Akhiar Salmi, saat dihubungi di Alinea.id, Jumat (24/3).
AG dijerat dengan Pasal 76C jo Pasal 80 Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak dan/atau Pasal 355 ayat (1) jo Pasal 56 KUHP subsider Pasal 354 ayat (1) jo Pasal 56 KUHP subsider Pasal 353 ayat (2) jo Pasal 56 KUHP subsider Pasal 351 ayat (2) jo Pasal 56 KUHP. Ia terancam 12 tahun penjara.
Akhiar melanjutkan, diversi akan berujung pada keadilan restoratif (restorative justice). Opsi ini dapat diambil apabila pihak korban memaafkan pelaku.
"Kalau salah satu enggak [mau berdamai], ya, enggak mungkin [diversi]," ujarnya. Keluarga David Ozora menolak memaafkan semua pelaku ataupun tersangka.
Lebih jauh, Akhiar menyarankan kejaksaan merujuk aturan berlaku dalam menangani pelaku anak AG. Katanya, kepentingan anak harus mendapatkan perhatian sebagaimana mandat UU Perlindungan Anak.
"Tapi, tentu sepanjang pihak kejaksaan menuntut sesuai koridor hukum terhadap ancaman pidana maksimum boleh dijatuhkan 10 tahun. Jadi, dia boleh saja menuntut 10 tahun. Undang-undang memungkinkan itu," paparnya.
Menurutnya, kejaksaan juga mesti mempertimbangkan kondisi korban selain latar belakang pelaku anak AG dalam menyusun tuntutan. Apalagi, David Ozora hingga kini belum juga sadarkan diri.
"Tentu background dari yang bersangkutan akan diperhatikan juga nanti. Anak ini bagaimana masa lalunya? Itu akan dilihat juga. Korban bagaimana, parah tidak? Sekarang masih belum sadar, kan? Nah, itu dia. Itu jadi pertimbangan-pertimbangan. Dia harus memperhatikan kedua belah pihak, pelaku dan korban," tutur Akhiar.