Ancaman paling menakutkan bagi seluruh umat manusia di bumi bukanlah pandemi atau perang melainkan perubahan iklim. Perubahan iklim yang dipicu pemanasan global menjadi biang keladi berbagai bencana hidrometerologi, cuaca ekstrem, kebakaran hutan dan lahan, dan juga krisis pangan di berbagai belahan di bumi.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut, perubahan iklim yang terjadi secara global tidak bisa dianggap remeh karena dampaknya bagi kehidupan sangat signifikan dan membahayakan."
"Kondisi ini mengancam seluruh negara di seluruh belahan dunia tanpa terkecuali," kata Dwikorita dalam Blended Training of Trainers on Climate Field School for Colombo Plan Member Countries di Cianjur, Jawa Barat, disitat dari laman BMKG, Sabtu (15/7).
Perubahan iklim, kata Dwikorita, juga mengancam katahanan pangan di seluruh negara. Organisasi Pangan Dunia (FAO) memprediksi pada 2050 dunia menghadapi potensi bencana kelaparan akibat perubahan iklim. Ini konsekuensi menurunnya panen dan gagal panen.
Berbagai upaya dilakukan negara-negara di dunia sebagai bagian dari mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, termasuk Indonesia. BMKG sendiri, kata Dwikorita, secara rutin menyelenggarakan Sekolah Lapang Iklim (SLI). Kegiatan yang diinisiasi sejak 2011 dengan menyasar petani dan penyuluh pertanian di seluruh pelosok Indonesia. Keberhasilan kegiatan SLI di Indonesia bahkan telah dijadikan sebagai percontohan dan telah dilaksanakan training of trainer (TOT) SLI untuk negara-negara Asia Pasifik, Timor Leste, dan Pakistan.
Kali ini, kata Dwikorita, kegiatan Climate Field School (CFS)/Sekolah Lapang Iklim (SLI) diikuti oleh 8 negara anggota Colombo Plan dan Timor Leste. Total ada 19 peserta dari Bangladesh, Bhutan, Myanmar, Nepal, Papua New Guinea, Sri Lanka, Filipina, dan Timor Leste.
Negara-negara ini, jelas dia, belajar bagaimana SLI diselenggarakan sebagai bagian dari upaya mencegah krisis pangan. "CFS juga merupakan salah satu program Kerja Sama Teknik Selatan-Selatan dan Triangular (KTSST) antara Pemerintah Indonesia, yakni Kementerian Sekretariat Negara dan BMKG dengan Sekretariat Colombo Plan," kata dia.
Sementara itu, Kepala Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan BMKG Ardhasena Sopaheluwakan menuturkan, petani di Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mengatasi variabilitas iklim, berjuang mengurangi kondisi gagal panen dan rendahnya produktivitas pertanian.
SLI yang rutin diselenggarakan BMKG, kata dia, berfungsi sebagai jembatan untuk meningkatkan pengetahuan praktisi, penyuluh, dan petani mengenai informasi iklim, khususnya di tingkat lokal.
Melalui SLI, kata dia, diharapkan pengetahuan tentang informasi iklim dan dampaknya di kalangan petani dapat meningkat, yang pada akhirnya mengurangi kerugian panen. "Melalui prakarsa seperti SLI, kami dapat menjembatani kesenjangan pengetahuan, memberdayakan petani, dan membekali mereka dengan alat dan pemahaman yang diperlukan untuk mengatasi kompleksitas informasi iklim," kata dia.