Turunnya alokasi anggaran militer dalam RAPBN 2022 dibandingkan tahun sebelumnya mengancam target pemenuhan modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista), terutama Kekuatan Pokok Minimum (Minimum Essential Force/MEF). Hingga Desember 2020, sesuai data Kementerian Pertahanan (Kemhan), capaiannya baru 62,31%.
"Jadi, memang dalam kondisi sekarang sangat sulit untuk mengharapkan MEF akan tercapai 100% pada Desember 2024," ucap pengamat militer, Alman Helvaz Ali, saat dihubungi Alinea.id, Jumat (20/8) malam.
Selain itu, sambungnya, menurunnya alokasi anggaran tersebut juga akan menambah beban pemerintah berikutnya, terutama dalam melaksanakan program pasca-MEF. Digadang-gadang bernama Kekuatan Pokok (Essential Force).
"Ya, memang mau enggak mau itu berisiko bernegara karena setelah 2024 ada kelanjutannya. Kabarnya namanya EF, Essential Force," jelasnya.
"Kalau Essential Force, tanggung jawab presiden berikutnya. Ya, kita lihat nantilah, siapa yang jadi presiden, bagaimana kondisi ekonomi. Tapi kalau sekarang sampai 2024, kita masih sangat sulit, kita masih di bawah tekanan Covid," imbuh dia.
Penurunan ini, menurut Alman, menunjukkan Kemhan tidak diistimewakan pemerintah sekalipun alokasi anggaran yang diterimanya masih lebih banyak dibandingkan kementerian ataupun lembaga negara lainnya.
"Kalau dari Rp137 triliun (dalam APBN 2021) turun ke rencananya (RAPBN 2022) ke Rp133,9 triliun, berarti ada pengurangan. Artinya, anggaran pertahanan tidak mendapat keistimewaan walaupun masih nomor satu dibanding kementerian lain," tuturnya.
Meski demikian, pengurangan dinilai wajar dan pemerintah memiliki alasan kuat. Pangkalnya, dibutuhkan dana besar untuk penanganan pandemi Covid-19, yang lebih dari 18 bulan menerpa Indonesia.
"Jadi, memang sekarang pilihannya pilihan sulit. Ketika anggaran pertahanan turun, ya, memang ada alasan yang masuk akal bahwa pemerintah lebih butuh banyak anggaran untuk menangani Covid," paparnya.
Karenanya, Alman menyarankan Kemhan segera segera memanfaatkan alokasi pinjaman luar negeri yang sudah disetujui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) senilainya US$5,85 miliar untuk belanja alutsista. Apalagi, Penetapan surat pembiayaan tersebut berakhir April 2022.
"Nah, sekarang alokasi itu harus dieksekusi menjadi kontrak untuk menunjukkan ketika Kemhan dikasih uang besar, bisa diserap jadi kontrak karena sesuai ketentuan, itu masa berlaku penetapan surat Pembiayaan, itu harus sampai 30 April 2022. Jadi, sebelum April 2022, semua anggaran yang disetujui harus ditandatangan," urainya.
"Itu PR (pekerjaan rumah) besar bagi Kemhan) dalam kurang 10 bulan. Ada 31 kegiatan kontrak harus ditandatangani," tambahnya.
Dirinya mengingatkan, nilai tersebut tergolong besar. Pangkalnya, pinjaman luar negeri untuk belanja alutsista sebesar US$7,7 miliar yang disetujui Kemenkeu pada 2015 hingga 2016 untuk durasi selama 4 tahun. "Nah, ini hanya dalam waktu 1 tahun, dari 2021 ke 2022."
Selain itu, Kemhan disarankan segera merumuskan alat peralatan pertahanan dan keamanan (alpalhankam) mana saja yang menjadi prioritas. Alasannya, keterbatasan anggaran membuat semua alutsista yang telah direncanakan tidak bisa dibeli.
"Jadi, kalau kita punya daftar ada 50 item, mungkin kita hanya bisa belanja 20-30. Jadi, harus ditarik lagi skala prioritasnya yang mana," tandas Alman.