Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo berharap pemerintah bisa segera melaksanakan vaksinasi booster untuk anak usia 16-18 tahun. Menurutnya, kebijakan ini akan meningkatkan capaian vaksinasi booster.
"Kami sambut positif BPOM sudah mengizinkan vaksinasi usia 16-18 tahun. Apalagi capaian booster kita masih di bawah 25% secara nasional," kata Rahmad, Kamis (4/8).
Izin pemberian booster kepada anak jadi harapan baru bagi Indonesia untuk terus bisa mengendalikan penularan Covid-19. Apalagi saat ini anak-anak sudah sekolah tatap muka 100%.
Rahmad mengatakan, kondisi fisik anak mungkin lebih bagus sehingga bisa kuat melawan virus. Tetapi anak bertemu orang tua, kakek, nenek saat di rumah yang kondisi fisiknya belum tentu fit.
"Anak sudah 100% sekolah. Tentu potensi menularkan cukup besar. Saya rasa segera saja dilakukan vaksin booster," ujar Rahmad.
Vaksinasi booster juga memungkinkan jadi syarat bagi anak yang ingin sekolah tatap muka. Namun, dia yakin mengajak anak-anak untuk mengikuti vaksinasi booster tidak sesulit menggerakkan orang dewasa.
"Justru yang di atas anak-anak butuh effort dan kreativitas pemerintah untuk menarik agar mau vaksin booster. Terutama pemerintah daerah, strateginya apa agar masyarakat sadar bahwa vaksin untuk mencipatakan kekuatan massal," katanya.
Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan (BPOM) mengizinkan Pfizer dengan teknologi mRNA digunakan sebagai vaksin booster Covid-19 untuk anak-anak berusia 16-18 tahun. Keputusan tersebut berdasarkan pertimbangan ilmiah sejumlah aspek dan rekomendasi dari Komite Nasional Penilaian Obat dan Vaksin Covid-19, Indonesian Technical Advisory Group of Immunization (ITAGI), serta asosiasi klinisi.
"Bersama persetujuan perluasan EUA Vaksin Comirnaty untuk dosis booster anak usia 16-18 tahun ini, BPOM juga menerbitkan factsheet yang dapat diacu oleh tenaga kesehatan dan juga informasi produk yang dikhususkan untuk masyarakat," kata Kepala BPOM Penny K. Lukito.
BPOM telah mengevaluasi aspek keamanan dan khasiat pemberian dosis vaksin pada anak usia tersebut berdasarkan data studi klinik fase 3. Uji klinis tersebut pada usia 16 tahun atau lebih (C4591031 Sub A) dan data Real World Evidence dari studi pengamatan.
Kejadian efek samping setelah divaksin adalah reaksi lokal pada tempat penyuntikan 21%, gangguan jaringan sendi dan otot 6,7%, sakit kepala 5%, lymphadenophathy/pembengkakan atau pembesaran kelenjar getah bening 2,7%, dan gangguan saluran cerna 1,7%.
Untuk efikasi pada anak usia 16 tahun ke atas yang diberikan booster vaksin tersebut 95,6% untuk mencegah Covid-19. Sedangkan, menurut Data Real World Evidence menunjukkan sebesar 93% untuk menurunkan hospitalisasi. Data juga menunjukkan efektivitas 92% dalam menurunkan risiko berat dan 91% untuk mencegah kematian.