Anggota Komisi IV DPR Yohanis Fransiskus Lema mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) segera membuka data izin pelepasan kawasan hutan.
Menurutnya, saat ini KLHK belum melaporkan rincian data perusahaan yang belum mendapatkan izin pelepasan kawasan hutan sebesar 3,2 juta hektare. Data yang baru diberikan oleh KLHK dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Menteri LHK Siti Nurbaya pada Kamis (3/2) seluas 713 ribu hektare.
"Artinya, masih ada sekitar 2,487 juta hektare data yang belum diberikan rincian nama-nama perusahaannya. Dalam Raker sebelumnya, KLHK berjanji akan membuka semua data 3,2 juta hektar yang belum mendapat izin. Kami tagih janji KLHK tersebut dalam Raker tersebut," ujar Ansy kepada wartawan, Senin (7/1).
Menurut Ansy, KLHK sebagai penjaga konservasi seharusnya memiliki data-data rinci terkait izin pelepasan kawasan hutan. Kata dia, tidak bisa KLHK secara gampang beralasan mengkategorikan 3,2 juta lahan yang tidak berizin tersebut sebagai data indikatif.
"Itu berarti KLHK mau mengatakan bahwa data 3,2 juta hektare kawasan hutan tanpa izin pelepasan merupakan perkiraan, bukan data objektif," ujarnya.
Padahal, sambung politikus PDIP ini, sebelumnya KLHK justru mengakui bahwa pada tahun 2019 tercatat 2,611 juta hektar dari 3,372 juta hektare kawasan hutan untuk kelapa sawit merupakan lahan tanpa proses permohonan pelepasan kawasan hutan. Artinya, pelepasan hutan tersebut riil dan praktik ilegal telah terjadi sekian tahun.
"Ironisnya, KLHK juga tidak mampu membuktikan melalui data obyektif bahwa 3,2 juta hektare tersebut hanya sebagai perkiraan atau data indikatif. Jangan sampai ini hanya menjadi dalih KLHK untuk tidak membuka data atau tidak transparan kepada publik," ungkap Ansy.
Ansy menegaskan, 3,2 juta hektare kawasan hutan yang tidak berizin bukan angka yang kecil. Karena itu, KLHK harus membuka data tersebut agar menjadi rujukan obyektif dalam membuat penindakan tegas kepada individu ataupun korporasi yang melakukan aktivitas ilegal di kawasan hutan.
Ansy menambahkan, aktivitas ilegal di kawasan hutan tidak saja merusak alam, melainkan secara ekonomi juga merugikan negara karena negara tidak mendapatkan pendapatan dari aktivitas bisnis yang dilakukan korporasi maupun perorangan di kawasan hutan. Padahal, keuntungan yang diperoleh pasti sangat besar.
Apalagi Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru-baru ini menginstruksikan KLHK untuk mencabut ratusan izin sektor kehutanan seluas jutaan hektare. Pertama, pencabutan SK Konsesi Kawasan Hutan Selama Periode September 2015 s/d Juni 2021 yang berjumlah 44 SK seluas 812.796,93 hektare. Kedua, pencabutan 192 unit perizinan/perusahaan seluas 3.126.439,36 hektare. Ketiga, evaluasi dan penertiban izin usaha keseluruhan yang dimulai dengan 106 unit perizinan/perusahaan seluas 1.369.567,55 hektare.
"Semangat Presiden menertibkan perizinan di sektor kehutanan harusnya menjadi semangat KLHK. Namun, hal ini harus didukung data yang transparan dan obyektif oleh KLHK, sehingga kebijakan yang diambil tepat untuk melindungi hutan", katanya.
Ansy mengingatkan bahwa izin pelepasan kawasan hutan sangat erat terkait dengan kepentingan konservasi keanekaraman hayati. Masa depan bumi sebagai rumah bersama sangat ditentukan oleh kelestarian hutan dan ekosistemnya. Maka KLHK harus menindak tegas perusahaan yang melakukan aktivitas di hutan tanpa izin.
"KLHK harus melarang dan memidanakan korporasi/perorangan yang tanpa izin melakukan aktivitas di kawasan hutan. Serentak KLHK menertibkan bahkan mencabut izin korporasi yang merusak hutan dan mencemari lingkungan hidup," pungkasnya.