Indonesia Audit Watch meragukan jumlah kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi BTS 46 BAKTI Kominfo mencapai Rp8,3 triliun. Penghitungan kerugian dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Sekretaris Indonesia Audit Watch (IAW) Iskandar Sitorus mengatakan, penghitungan sebaiknya dilakukan oleh auditor negara yakni Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) untuk menemukan hasil yang valid. Apalagi, dalam proyek pembangunan BTS tersebut para vendor sudah melakukan belanja berbagai perangkat penunjang untuk pembangunan BTS.
"Barang sudah dibeli masa iya kerugiannya 80%. Maka dari itu kami ragu perhitungannya BPKP. Kami ragu dengan angka kerugian Rp8,3 triliun," katanya, dalam diskusi yang dilaksanakan di Jakarta pada Rabu (31/5).
Sementara itu, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan, angka kerugian negara tersebut memang luar biasa namun aneh. Menurutnya, BPKP hanya menghitung prestasi terbangunnya BTS berdasarkan cut of proses pembangunan hingga tahun Maret 2022, yang secara kumulatif baru terbangun 20%.
Sementara, secara faktual seharusnya sampai bulan Desember 2022, yang anggaran sebesar Rp8,3 itu itu sudah terserap sebesar 90% atau setara Rp7,47 Triliun untuk belanja perangkat BTS. Antara lain angkutan perangkat sampai ke lokasi dan konstruksi BTS, sayangnya belum dibuatkan berita acara serah terima BTS dengan BAKTI.
Boyamin memandang, BPKP hanya menghitung dari jumlah menara sebanyak 1200 dari 4800 yang seharusnya terbangun. Tetapi BPKP belum menghitung nilai perangkat BTS yang sudah dibelanjakan oleh sub kontraktor yang tersebar di seluruh wilayah yang nilainya sekitar Rp7,47 triliun tersebut.
Maka dari itu, ia tetap meminta BPK untuk menghitung kerugian negara, sebagaimana Surat Edaran Mahkamah Agung RI (SEMA) No. 4 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar MA Tahun 2016, sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan. Salah satu rumusan pidana khusus yang menyatakan hanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang secara konstitusional berwenang menyatakan kerugian negara.
“Penjelasan Kejagung atas keraguan publik harus rasional, logis dan ilmiah, hal ini dibutuhkan untuk menepis adanya tudingan motif politik dalam penanganan kasus korupsi penyediaan infrastruktur BTS 4G ini," ujar Boyamin kepada wartawan, Senin (22/5).
Sebelumnya, BPKP menyerahkan hasil audit nilai kerugian keuangan negara kepada Kejagung. Hasilnya, kerugian negara dalam kasus korupsi BTS mencapai Rp8 triliun.
Kepala BPKP, Muhammad Yusuf Ateh, mengatakan, pihaknya telah melakukan kajian berdasarkan hasil penyidikan dan menemukan bukti yang cukup. Dalam proses audit, BPKP juga menggunakan pendapat sejumlah ahli, antara lain, ahli pengadaan barang dan jasa, ahli lingkungan, serta ahli keuangan negara.
"Berdasarkan bukti yang kami peroleh, kami menyimpulkan terdapat kerugian keuangan negara sebesar Rp8,32 triliun," ujar Ateh di Kejagung, Jakarta Selatan, pada Senin (15/5).
Ateh menuturkan, nilai kerugian keuangan negara tersebut berasal dari tiga sumber pada kasus korupsi BTS BAKTI Kominfo. Pertama, biaya penyusunan kajian pendukung.
"Kemudian, markup (penggelembungan) harga, dan yang ketiga, pembayaran BTS yang belum terbangun," tutur Ateh.