Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memastikan berdirinya pusat kuliner atau tenar disebut food street di pulau D reklamasi tidak berizin. Maladministrasi itu diketahui Anies setelah mendapat laporan bawahannya.
"Menurut mereka (food street) tidak ada izin, harusnya sudah ditertibkan," ujarnya di pelataran Monas, Senin (11/2).
Pulau D merupakan salah satu dari empat pulau reklamasi yang sudah selesai dibangun. Setelah Pemprov DKI secara resmi mencabut izin pelaksanaan reklamasi 13 pulau, Gubernur Anies menyatakan akan mengkaji lebih jauh pemanfaatan empat pulau yang kadung jadi.
Atas alasan itu juga Anies meneken Pergub Nomor 120 Tahun 2018 tentang penugasan kepada PT Jakarta Propertindo (Jakpro) untuk mengelola tanah reklamasi di pantai utara Jakarta. Ketika itu, Jakpro diperintahkan Anies untuk membuat akses jalan menuju pantai untuk kepentingan publik, tanpa embel-embel penyediaan praktik usaha kuliner.
Meski food street di pulau D reklamasi telah menjadi sorotan karena lebih dulu viral di media sosial, di awal tahun 2019 Anies mengaku baru mengetahui kondisi tersebut. Kendati demikian, mantan Menteri Penddikan itu menyatakan tidak akan melakukan pengecekan izin operasional food street. Ia menganggap keberadaan food street bukan masalah serius yang perlu ditangani dengan segera.
"Tidak sepenting itu," ungkapnya medio Januari lalu.
Namun begitu, Anies mengaku telah memerintahkan langsung Sekertaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Saefullah yang juga menjabat Ketua Badan Koordinasi Pengelolaan Pantura Jakarta untuk mengecek izin food street di pulau reklamasi tersebut.
Lebih lanjut, Sekda mengungkapkan hal senada. Ia menilai keberadaan bisnis kuliner di pulau tersebut tak perlu dipersoalkan lantaran tidak bertentangan dengan keetentuan tentang pengelolaan pulau-pulau reklamasi.
Lagi pula menurutnya, keberadaan bisnis kuliner tersebut bermanfaat bagi warga yang sedang melakukan wisata di pantai publik Pulau Maju. Terlebih, usaha tersebut dibangun di kawasan terbuka yang dapat diakses siapa saja. Soal pengurusan izin bisa menyusul.
"Ya nanti sambil jalan," ucap Saefullah.
Meski demikian, Anggota Komisi D DPRD DKI yang membidangi pembangunan, Bestari Barus menegaskan bahwa praktik usaha di pulau D reklamasi harus berlandaskan aturan. Sementara aturan yang ada saat ini masih dalam bentuk Rancangan Peraturan Daerah (Raperda).
Masing-masing Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dan Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (RZWP3K). Kedua Raperda itu pun saat ini ada ditangan Anies setelah ditarik di akhir tahun 2017 tanpa ada kepastian akan disahkan DPRD DKI.
"Dan yang harus diketahui bahwa setiap jengkal aktivitas pembanguna di Jakarta ini harus diatur tata ruangnya. Kalau Perda-nya saja belum ada, lalu kenapa bisa ada aktivitas di sana," kata Bestari kepada Alinea.id.
Politikus Partai NasDem itu menilai, polemik perizinan yang terjadi tentang keberadaan food street di pulau D reklamasi merupakan akibat ketidaktegasan pemerintah. Gubernur dan bawahannya dalam hal ini memposisikan diri sebagai pihak yang enggan disalahkan.
"Di sini pun arti ditertibkan yang disampaikan gubernur ambigu. Ditertibkan digusur atau ditertibkan administrasinya. Harus jelas dan tegas," tandas Bestari.