Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan keraguannya atas ideologi besar PDI Perjuangan sebagai partainya rakyat kecil alias wong cilik.
"Karena yang dapat kendaraan bermotor itu wong cilik semua, kita yang wong gede naiknya mobil. Yang wong cilik naiknya motor. Nah kami berharap partai yang membela wong cilik juga memberikan kesempatan kepada warga untuk bisa punya alat transportasi yang menopang perekonomiannya," kata Anies usai rapat paripurna di Gedung DPRD DKI, kemarin.
Pernyataan Anies ini disampaikan menanggapi penolakan fraksi PDI Perjuangan atas kebijakannya yang akan mencabut larangan sepeda motor melintas di sepanjang jalan Sudirman-MH.Thamrin. Menurut Anies, sebagai partai wong cilik harusnya Fraksi PDIP di DPRD DKI mendukung kebijakannya tersebut.
Sepeda motor masuk Jalan MH Thamrin (Foto: Antara)
Mantan Menteri Pendidikan itu menjelaskan, pencabutan larangan sepeda motor bukan tanpa pertimbangan. Saat ini, menurut Anies, banyak ketimpangan yang terjadi di Jakarta. Salah satunya pembatasan roda dua masuk ke tengah kota yang kebijakannya dibuat saat Jakarta di bawah kepempimpinan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
"Nanti kita akan jelaskan mengapa ini penting bagi wong cilik," tandasnya.
Ketua Fraksi PDIP di DPRD DKI, Gembong Warsono, mengatakan penolakan tersebut bukan perkara membela rakyat besar atau kecil. Namun, lebih kepada estetika kota yang mulai dirintis sejak lama.
"Bahwa ada pemikiran Pak Anies di DKI Jakarta tidak perlu ada pembedaan iya. Tapi itu kan jalan protokol di kawasan ring satu yang perlu penataan lebih khusus," terangnya.
Terlepas dari debatebel membela wong ciling atau tidak, Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Bambang Prihartono mengatakan, poin pertama yang harus dipertimbangan Gubernur DKI dalam mencabut kebijakan larangan sepeda motor adalah aspek keselamatan.
Sebab, sejauh ini angka kecelakaan di sektor transportasi darat umumnya terjadi pada pengguna sepeda motor. Karena itu, pihaknya ingin angka kecelakaan tersebut ditekan.
"Saya mau menyampaikan cara pandang lain bahwa keselamatan menjadi nomor satu. Kenapa demikian? Karena dari angka kecelakaan, data yang ada 70 persen diakibatkan karena roda dua. Jadi cukup besar," katanya beberapa waktu lalu.
Bambang menyebutkan, berdasarkan penelitian, pembunuh manusia nomor tiga adalah transportasi darat setelah sakit jantung dan kanker. Karena itu, tidak boleh ada pembiaran dan perlu pengaturan, karena bisa jadi nantinya sepeda motor menjadi pembunuh manusia nomor satu.
"Jadi perlu mengatur masalah keselamatan," ungkapnya.
Meski demikian, ia membantah dikatakan menolak wacana pencabutan kebijakan pelarangan sepeda motor yang telah tertuang dalam Pergub Nomor 141 Tahun 2015 yang mengacu pada Perda Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi.
"Itu wewenang gubernur, itu terserah Pak Gubernur. Yang jelas bagaimana kita bisa memindahkan orang-orang dari naik kendaraan pribadi ke angkutan umum. Itu pandangan dari BPTJ," tutup dia.