Beragam respons muncul atas vonis 12 tahun penjara terhadap mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari P Batubara. Setidaknya, respons atas perkara korupsi bantuan sosial Covid-19 se-Jabodetabek tahun 2020 itu terbelah menjadi dua: mengapresiasi dan mengritik tajam.
Suara apreasiasi datang dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lewat Pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara Ali Fikri, KPK menghormati keputusan majelis majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (23/8).
Ali menjelaskan, majelis hakim telah menjatuhkan hukuman lebih tinggi dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU): 11 tahun penjara. KPK berharap, kata Ali, putusan 12 tahun penjara tersebut dapat menjadi efek jera untuk Juliari Batubara.
"Sekaligus menjadi upaya asset recovery hasil tindak pidana korupsi secara optimal," kata Ali Fikri melalui, Senin (23/8).
Seperti diberitakan, selain vonis kurungan penjara 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan, Juliari juga harus membayar uang pengganti Rp14,5 miliar. Bila tidak membayar uang pengganti ia akan mendapatkan tambahan pidana 2 tahun penjara.
Selain itu, majelis yang diketuai Muhammad Damis itu juga mencabut hak politik Juliari sebagai pejabat publik selama 4 tahun. Atas putusan itu, Juliari dan kuasa hukumnya, Maqdir Ismail, mengaku berpikir dulu sebelum menentukan sikap: menerima atau banding.
Ali menjelaskan, dalam amar putusan majelis hakim berkesimpulan seluruh dakwaan jaksa KPK terhadap Juliari Batubara terbukti di persidangan. KPK mengapresiasi, pidana tambahan yang dijatuhkan oleh majelis hakim terhadap Juliari Batubara.
"Kami mengapresiasi putusan pidana tambahan berupa penjatuhan pidana uang pengganti serta pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik sebagaimana kami tuangkan dalam amar tuntutan," kata Ali.
KPK, kata Ali, akan mempelajari seluruh isi pertimbangan majelis hakim untuk menentukan langkah selanjutnya. Saat ini, KPK masih pikir-pikir terkait putusan hakim tersebut.
Suara miring muncul dari peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman. Zaenur mengatakan, majelis hakim mengambil putusan yang aman. Vonis hanya beda setahun dari tuntutan JPU, yakni 11 tahun.
"Hakim bermain aman karena tidak jauh dari tuntutan JPU KPK, 11 tahun," ungkap Zaenur kepada wartawan.
Menurut Zaenur, seharusnya hakim memberikan hukuman maksimal kepada Juliari. Sebab, tindak korupsi Juliari masuk dalam kategori sangat serius, yakni melakukan korupsi di saat pandemi Covid-19.
Menurut dia, tindakan politikus PDI Perjuangan itu amat serius karena dilakukan dalam kondisi bencana. Berikutnya, yang dikorupsi merupakan bansos yang ditujukan secara langsung menangani dampak sosial dari Covid-19, yaitu berbentuk bansos.
Majelis hakim, jelas Zaenur, terkesan tidak menggunakan Pasal 12 b UU Tipikor. Merujuk pada pasal tersebut, hakim bisa menjatuhkan putusan seumur hidup atau setinggi-tingginya 20 tahun penjara. Ia menyayangkan sikap dan vonis hakim tersebut.
Juliari Batubara dinyatakan terbukti telah menerima suap sebesar Rp32.482.000.000 (Rp32 miliar) dari para pengusaha atau vendor yang menggarap proyek pengadaan bansos se-Jabodetabek untuk penanganan Covid-19.
Puluhan miliar uang dugaan suap untuk Juliari itu berkaitan dengan penunjukan sejumlah perusahaan penggarap proyek bansos Covid-19. Di antaranya PT Pertani, PT Mandala Hamonganan Sude, dan PT Tigapilar Agro Utama.
Atas perbuatannya, Juliari dinyatakan bersalah melanggar Pasal 12 huruf b Juncto 18 ayat (1) huruf b Undang-undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.