close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Tangkapan layar Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran, Susi Dwi Harijanti, dalam diskusi yang disiarkan Youtube BEM KM UNNES, Minggu (9/5).
icon caption
Tangkapan layar Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran, Susi Dwi Harijanti, dalam diskusi yang disiarkan Youtube BEM KM UNNES, Minggu (9/5).
Nasional
Minggu, 09 Mei 2021 19:01

Argumentasi MK dalam putusan uji formil UU KPK sangat formalistik

Susi mengatakan, MK hanya melihatnya secara tunggal tanpa mempertimbangkan terjadi demonstrasi saat pelaksanaannya. 
swipe

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran, Susi Dwi Harijanti, menyoroti argumentasi Mahkamah Konstitusi atau MK dalam putusan uji formil Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) hasil revisi. Menurutnya, MK sangat formalistik.

Dalam putusan, MK menyebut DPR telah melibatkan partisipasi publik untuk menggodok revisi UU KPK, salah satunya dengan safari ke kampus-kampus. Namun, Susi mengatakan, MK hanya melihatnya secara tunggal tanpa mempertimbangkan terjadi demonstrasi saat pelaksanaannya. 

"Pada saat diskusi dengan teman-teman di Pukat UGM, bahkan para mahasiswa mengatakan, pada saat diadakan seminar ini, demo itu terjadi di luar. Tetapi yang diklaim oleh Mahkamah, itu adalah yang ada di dalam. Jadi tidak mempertimbangkan demo untuk menolak revisi tersebut," ujarnya dalam diskusi disiarkan Youtube BEM KM UNNES, Minggu (9/5).

Oleh sebab itu, menurut Susi, MK telah mengingkari partisipasi yang bermakna atau minim full participation. Dia menjelaskan, maksud partisipasi yang bermakna adalah bukan perilaku tokenistik atau manipulatif.

Merujuk contoh kasus yang terjadi di Universitas Gadjah Mada (UGM), Susi mengatakan, MK tidak mengambil esensi dan fakta terjadi demo menentang revisi UU KPK saat DPR mengadakan diskusi di sana. 

Lebih lanjut, dia menegaskan, dalam pembentukan UU harus mengedepankan partisipasi dialogis, transparan, dan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti.

"Sedangkan tokenistik atau manipulatif ini, sosialisasi formalitas, tanpa musyawarah dua arah dan tidak mempertimbangkan usulan dan alternatif yang dimajukan secara sungguh-sungguh. MK gagal untuk melihat ini," ujar Susi.

"Jadi saya melihat bahwa yang dilakukan, yang diklaim oleh MK bahwa itu adalah partisipasi, tapi itu adalah partisipasi yang manipulatif, yang seharusnya tidak digunakan sebagai bangunan pertimbangan atau bangunan argumentasi para hakim konstitusi," imbuhnya.

Sebelumnya, MK menolak uji formil UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK pada Selasa (4/5). Pengujian tersebut diajukan eks pimpinan KPK Agus Rahardjo, Saut Situmorang, dan Laode Muhammad Syarif, beserta 11 pemohon lainnya.

Salah satu pertimbangannya, hakim MK menilai proses revisi UU KPK telah sesuai prosedur dan menganggap geliat penolakan perubahan regulasi komisi antisuap hanya bagian dari kebebasan menyatakan pendapat di muka umum. Bahkan, hakim konstitusi membandingkannya dengan mencontohkan adanya demonstrasi tandingan pendukung revisi UU KPK.

img
Akbar Ridwan
Reporter
img
Achmad Rizki
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan