close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Terdakwa obstruction of justice kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, AKBP Arif Rachman Arifin saat hendak memasuki ruang sidang, Jumat (28/10). Dok: Alinea.id/Immanuel Christian
icon caption
Terdakwa obstruction of justice kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, AKBP Arif Rachman Arifin saat hendak memasuki ruang sidang, Jumat (28/10). Dok: Alinea.id/Immanuel Christian
Nasional
Kamis, 23 Februari 2023 12:06

Arif Rachman divonis 10 bulan kasus perintangan penyidikan

Arif dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindakan apapun yang berakibat terganggunya sistem elektronik.
swipe

Majelis hakim menjatuhkan vonis 10 bulan terhadap terdakwa obstruction of justice kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, Arif Rachman Arifin.

"Menjatuhkan vonis pidana penjara selama 10 bulan," kata hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (23/2).

Sementara, jaksa menuntut 1 tahun penjara terhadap Arif. Jaksa juga menuntut Arif membayar denda Rp10 juta. 

Arif dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindakan apapun yang berakibat terganggunya sistem elektronik dan/atau mengakibatkan sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya. 

"Mengharapkan agar hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Arif Rachman Arifin dengan pidana penjara selama 1 tahun," kata jaksa saat membacakan tuntutan.

Hal yang memberatkan terdakwa dalam kasus ini adalah meminta saksi Baiquni menghapus file rekaman yang menunjukkan Brigadir J masih hidup. Kedua, mengetahui bahwa bukti sistem elektronik terkait terbunuhnya Brigadir J berguna untuk mengungkap tabir kasus.

"Ketiga, terdakwa telah melanggar prosedur pengamanan bukti sistem elektronik terkait kejahatan tindak pidana, di mana di dalam perbuatan tersebut tidak didukung surat perintah yang sah," tutur jaksa.

Sementara itu, hal-hal yang meringankan Arif adalah berterus terang dan menyesali perbuatannya. Lalu, masih muda dan diharapkan dapat memperbaiki dirinya.

Dalam perkara ini, Arif dinilai melanggar Pasal 49 jo Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Dalam pledoi, Arif mengaku, tidak mudah untuk menerima perintah atasan seperti Ferdy Sambo. Hal itu disampaikan dalam nota pembelaan atau pledoinya atas kasus tersebut.

Arif mengatakan, dirinya merasa empati kepada Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi yang menangis sedih. Ada perasaan empati besar yang timbul dalam hatinya. 

“Sungguh tidak semudah membaca kalimat dalam peraturan tentang menolak perintah atasan,” kata Arif di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jumat (3/2).

Ia menyebut, dalam Polri ada budaya yang mengakar dalam rantai komando. Hubungan berjenjang yang biasa disebut sebagai relasi kuasa itu bukanlah sekedar ungkapan saja. Namun, suatu pola hubungan yang nyata dalam memberikan batasan-batasan tegas antara atasan dan bawahan. 

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Ayu mumpuni
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan