Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengeluarkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) kepada Kementerian Pertanian pada era Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Kementan mendapatkan opini WTP dari BPK selama 7 kali beruntun, yakni mulai dari 2016 hingga 2022.
Pemberian tersebut menimbulkan kecurigaan adanya permainan jual-beli opini WTP. Pasalnya, SYL menjadi terdakwa kasus korupsi di lingkungan kementeriannya.
Pegiat anti korupsi dan pengamat tindak pidana pencucian uang, Yenti Garnasih mengaku heran dengan hal itu. Ia pun menuntut adanya pemeriksaan terhadap setiap direktorat jenderal di Kementan.
Selain itu, para auditor di BPK juga tidak boleh luput dari pemeriksaan. Apalagi, isu ini bukan pertama kali terjadi.
“Ini bukan yang pertama kali kementerian atau lembaga dapat status WTP, tapi kemudian di lembaga itu terjadi korupsi. Bagaimana hal ini terjadi, tanyakan saja pada auditornya waktu itu,” kata Yenti kepada Alinea.id, Jumat (10/5).
Pemeriksaan harus merata dan jangan tebang pilih, karena bisa saja oknum BPK terpedaya atau sebaliknya. Namun, jika di BPK tidak ada temuan terkait itu, maka akan muncul pertanyaan baru. Yakni, asal usul uang untuk keperluan pribadi SYL, maka dari itu semua direktur jenderal harus diperiksa.
Pengeluaran secara rinci harus dipastikan, misalnya pengeluaran private jet, atau perjalanan ke luar negeri. Harus diketahui dalam pembukuannya tertulis dengan deskripsi yang jelas.
“Ada pengeluaran Rp1,3 miliar perjalanan pribadi. Bagaimana lampirannya?” ucapnya.
Sementara, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal mengusut dugaan permintaan uang sebanyak Rp 12 miliar dari auditor BPK kepada Kementan untuk mendapatkan status opini wajar tanpa pengecualian (WTP) yang terganjal akibat temuan pada proyek “food estate”.
Atas hal ini, Yenti meyakini pemberian WTP seharusnya batal. Apalagi sekarang ada temuan korupsi Rp44,5 miliar. Penyidikan ini mesti berlanjut. Bahkan bisa menjadi kasus baru.
“Bagaimana mungkin bisa WTP ternyata penggunaan anggaran seperti itu. Berarti ya memang percuma ada dirjen ada BPK. Pengawas internal dan external tidak jalan. Baru terungkap karena ada yang lapor KPK,” tuturnya.