Pro-kontra tentang Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) perlu dibuat matrik. Hal tersebut, agar diketahui alasan pihak yang mendukung maupun menolak.
"Ini perlu agar diskursus di ruang publik menjadi jelas," kata Wakil Ketua MPR, Arsul Sani dalam keterangannya, Minggu (24/10).
Menurut dia, semua kekuatan politik yang ada di MPR sepakat PPHN itu perlu, namun belum sependapat soal isinya. Ibarat sepeda motor, kata Arsul, belum diketahui kekuatan mesin, warna, bahan bakar, dan spesifikasi lainnya.
Menurut politikus PPP itu, MPR mempunyai kewajiban mengurai isi PPHN secara rinci sehingga perdebatan tidak lagi berputar pro dan kontra. Masyarakat yang keberatan terhadap adanya PPHN, menurut Arsul, karena ada pikiran hal demikian memerlukan amendemen UUD Tahun 1945.
"Bila ada amendemen, masyarakat curiga nanti akan ada agenda lain yang disepakati," ujar Arsul.
Agenda lain itu, kata dia, misalnya keinginan kembali ke UUD Tahun 1945 atau memperpanjang periode jabatan Presiden. Arsul menjelaskan, berbeda dengan perubahan undang-undang (UU) yang bisa saja tak perlu naskah akademik, sedangkan amendemen UUD memerlukan ketentuan yang harus dipenuhi, seperti syarat jumlah pengusul dan apa yang hendak diubah disertai dengan alasannya.
"Alasan itu harus diajukan terlebih dahulu. Apa-apa yang ingin diubah harus menjadi diskursus publik," ungkapnya.
Dari syarat dan ketentuan bagaimana amandemen itu bisa terjadi maka mengubah UUD tak bisa dilakukan sembarangan. "Bila diubah secara sembarangan, hal demikian merupakan tindakan inskonstitusional," katanya.
Arsul mengatakan, PPHN adalah haluan negara, bukan haluan pemerintah sehingga apa yang ada di haluan negara tak hanya dijalankan oleh Presiden, tetapi juga oleh lembaga negara lainnya.