Belum lama, Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) melempar bola pengelolaan konflik di Kendeng pada Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Merujuk pada UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, kewenangan pengeluaran izin di sektor pertambangan memang berada di tangan pemerintah provinsi (pemprov).
Konsekuensinya, pemprov menjadi dalang yang bertanggung jawab apabila ada centang perenang di sektor ini. Termasuk yang terjadi di Kendeng, terkait dengan proyek perizinan pabrik semen PT Semen Indonesia Tbk.
Berdasarkan UU tersebut, maka daerah bertugas menerbitkan kebijakan dan surat keputusan, termasuk regulasi ihwal penataan ruang. Sayangnya aturan yang ada belum menunjukkan keberpihakan pemerintah pada masyarakat setempat.
Misalnya dalam peraturan daerah (perda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 yang menjadi dasar bagi terbitnya berbagai izin pertambangan yang merusak alam. Perda ini sekaligus mengatur soal wilayah tambang dan non tambang di Jateng.
Usai desakan dari sejumlah pihak, perda soal RTRW tengah direvisi oleh DPRD. Sejumlah pihak dilibatkan dalam penggodokan substansi, termasuk LBH Semarang dan Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK).
Pembahasan itu sendiri diarahkan untuk memasukkan unsur konservasi ekologi dan perlindungan ekosistem pertanian. "Harapannya, regulasi yang akan direvisi ini tidak menjadi biang keladi bencana bagi masyarakat Jawa Tengah," ujar pegiat JM-PPK Gunritno dalam keterangan tertulis, Kamis (5/4).
Seperti di Pegunungan Kendeng, lanjutnya, dari berbagai kasus yang terjadi, pemerintah pusat merespons dengan membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), yang sesuai dengan kondisi Pegunungan Kendeng. Substansi "KLHS inilah yang wajib diperhatikan dan dilaksanakan dalam penyusunan RTRW," tandasnya.
KLHS Pegunungan Kendeng tahap 1 menyatakan, Pegunungan Kendeng di Kabupaten Rembang wajib dilindungi, dilakukan penetapan sebagai Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK), dilakukan penghentian penerbitan izin maupun usaha pertambangan yang ada di sana, dan dilakukan revisi RTRW dari RTRW Nasional, Provinsi dan Kabupaten yang mengakomodir perlindungan ekosistem karst Kendeng.
Karena itu, dalam draf revisi RTRW Jawa Tengah yang masih mengakomodir peruntukan pertambangan di wilayah Pegunungan Kendeng, sudah selaiknya dihapus lantaran bertentangan dengan KLHS Pegunungan Kendeng. Singkatnya, aturan tentang RTW dan prinsip KLHS di Kendeng harus dilakukan harmonisasi agar tidak saling tabrak.
"Artinya, terdapat tumpang tindih antara keharusan dilakukan penetapan KBAK yang sudah eksis dengan lahan pertambangan. Apabila dibiarkan, maka akan menimbulkan konflik maupun bahaya kerusakan ekologi yang besar ke depannya," ungkapnya.