Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) X Mubin dan Ketua APTRI XI Edi dalam penyidikan kasus suap distribusi gula di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III Tahun 2019. Keduanya diagendakan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Direktur Pemasaran PTPN III, I Kadek Kertha Laksana.
“Hari ini, dijadwalkan pemeriksaan terhadap Ketua APTRI X Mubin dan Ketua APTRI XI Edi sebagai saksi untuk tersangka IKL (I Kadek Kertha Laksana) terkait tindak pidana korupsi suap distribusi gula di PTPN III Tahun 2019,” kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (25/11).
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan tiga tersangka. Terdiri atas Pieko Nyotosetiadi (PNO) pemilik PT Fajar Mulia Transindo selaku pemberi suap. Kemudian Direktur Utama PTPN III Dolly Pulungan dan I Kadek Kertha Laksana (IKL) sebagai penerima suap.
Berdasarkan konstruksi perkara, dijelaskan bahwa Pieko merupakan pemilik PT Fajar Mulia Transindo dan perusahaan lain yang bergerak di bidang distribusi gula. Pada awal 2019, perusahaan milik Pieko ditunjuk menjadi pihak swasta yang bekerja sama dengan PTPN III dalam skema long term contract.
Kontrak itu menyepakati pihak swasta mendapatkan kuota impor gula secara rutin setiap bulan selama kontrak berlangsung. Di PTPN III, terdapat aturan internal mengenai kajian penetapan harga gula bulanan. Pada penetapan harga gula tersebut, disepakati oleh tiga komponen, yaitu PTPN III, pengusaha gula (Pieko), dan ASB selaku Ketua APTRI.
Kemudian terjadi pertemuan antara Pieko, Dolly, dan Ketua Umum Dewan Pembina Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia di Hotel Shangri-La, Jakarta. KPK menduga, Dolly meminta sejumlah uang sebesar 345.000 dolar Singapura kepada Pieko. Diberikan melalui I Kadek, uang itu diduga sebagai komitmen fee terkait dengan distribusi gula 2019 di PTPN III.
Menurut hasil pemeriksaan, Dolly meminta uang kepada Pieko untuk kebutuhan atau persoalan pribadinya melalui ASB. Menindaklanjuti pertemuan tersebut, Dolly meminta I Kadek menemui Pieko untuk menindaklanjuti permintaan uang sebelumnya.
Sebagai pihak yang diduga pemberi, Pieko dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Untuk pihak yang diduga penerima, Dolly Pulungan dan I Kadek disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.