Tiga pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terdiri atas Agus Rahardjo, Laode M Syarief dan Saut Situmorang menggugat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Undang-Undang KPK yang sudah berlaku sejak 17 Oktober 2019 lalu.
Agus menuturkan, pihaknya akan didampingi oleh sejumlah aktivis antikorupsi dan kuasa hukum selama proses uji materi di Mahkamah Konstitusi. Bahkan, Agus menambahkan, pihaknya akan mengundang pakar hukum dalam permohonan uji materi perubahan UU KPK tersebut ke MK.
“Hari ini atas nama warga negara Indonesia, kita akan mengajukan judicial review ke MK,” kata Ketua KPK, Agus Rahardjo saat ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (20/11).
Agus menerangkan, permohonan uji materi UU KPK baru dilayangkan lantaran Presiden Joko Widodo menyarankan pada dirinya untuk menempuh jalur hukum untuk merubah regulasi baru tersebut. Meski demikian, Agus tetap berharap bekas Wali Kota Solo itu dapat menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau Perppu KPK.
"Harapan kita kan sebetulnya perppu itu keluar. Tetapi Bapak Presiden juga menyarankan supaya kita menempuh jalur hukum. Oleh karena itu, kita mengajukan JR (judicial review) hari ini," ucap Agus.
Di tempat yang sama, Wakil Ketua KPK, Laode M Syarief, menegaskan pemohonan uji materi ke MK ini atas nama pribadi, bukan kelembagaan. Dia mengaku, hanya mendukung koalisi masyarakat sipil antikorupsi untuk mengoreksi regulasi baru itu.
"Ya, jadi pemohon itu sebagai hak konstitusional kita. Jadi seperti Laode. M Syarif, Agus Rahardjo, dan Saut Situmorang. Dan bukan kami yang mengusungnya, jadi dari koalisi. Termasuk mantan komisioner KPK, Pak Erry Riana," ucap Laode.
Laode menerangkan, terdapat tiga poin utama dari sisi formil yang menjadi dasar mengajukan uji materi UU KPK ke MK. Pertama, terkait tidak masuknya RUU KPK dalam daftar prolegnas namun tiba-tiba dibahas di DPR.
Kedua, tidak dilibatkannya masyarakat dan KPK selaku pengguna regulasi tersebut saat proses pembahasan antara DPR dan pemerintah. Ketiga, tidak pernah diberikannya naskah akademik dalam penyusunan peraturan UU KPK baru tersebut.
"Dan banyak lagi yang bertentangan juga dengan aturan, dalam hukum, dan UU tentang pembentukan peraturan perundang-undangan. Jadi, banyak hal yang dilanggar. Itu dari segi formilnya," tutur Syarief.
Sedangkan dari segi materiel, lanjut Syarief, juga banyak yang diajukan dalam uji materi. Seperti multitafsirnya Pasal 69 D dan Pasal 70 C tentang penerapan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK. Bahkan, kata dia, terdapat salah ketik terkait syarat menjadi komisioner sebagaimana diatur dalam Pasal 29 huruf e.
"Jadi banyak sekali. Memang kelihatan sekali UU ini dibuat secara terburu-buru. Oleh karena itu, kesalahannya juga banyak. Apa-apa saja yang dimintakan dalam JR ini, nanti akan kami sampaikan ke MK," kata Syarief.
Sementara itu, peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, mengatakan setidaknya ada 13 orang yang menjadi pemohon dalam uji materi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK. Selain tiga pimpinan KPK, terdapat sejumlah tokoh yang menggugat regulasi baru terkait KPK itu.
"Total pemohon yang akan mengajukan uji formil hari ini ada 13 orang, dan hari ini kita resmi mengajukan JR," ujar Kurnia.