close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi gelombang ketiga Covid-19. Alinea.id/Firgie Saputra.
icon caption
Ilustrasi gelombang ketiga Covid-19. Alinea.id/Firgie Saputra.
Nasional
Rabu, 20 Oktober 2021 14:45

Awas, gelombang ketiga Covid-19 mengintai

Indonesia sudah mengalami gelombang pertama pandemi Covid-19 pada Januari 2021 dan gelombang kedua pada Juli 2021.
swipe

Dua buah foto yang menggambarkan antrean panjang dan kerumunan di restoran Subway—sebuah cabang restoran sandwich terbesar asal Amerika Serikat—yang baru buka di Cilandak Town Square (Citos), Jakarta Selatan pada Jumat (15/10), viral di media sosial. Kejadian itu menimbulkan polemik di tengah penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 3 di DKI Jakarta.

Tak lama, petugas Satpol PP memberikan sanksi tertulis kepada pengelola restoran Subway karena melanggar protokol kesehatan. Satpol PP kemudian membantu pengelola mengatur protokol kesehatan, seperti menentukan jarak pengunjung.

“Tentu ini sangat disayangkan. Kita tahu, di masa yang baik (penurunan kasus positif Covid-19) seperti ini, protokol kesehatan harus tetap dijaga,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi saat dihubungi Alinea.id, Minggu (17/10).

Dari pengamatan Nadia, kerumunan warga yang hendak membeli makanan cepat saji, bukan kali pertama ini terjadi di Jakarta. “Harus ditegur dan sampaikan, kemudian mengambil tindakan yang diperlukan,” kata dia.

Faktor pemicu gelombang ketiga

Jika hal semacam itu tak diantisipasi, Nadia khawatir terjadi lonjakan kasus Covid-19 kembali. Sebab, transmisi virus terjadi seiring dengan tingginya aktivitas masyarakat. Lonjakan kasus Covid-19 tak mustahil bakal terjadi. Belakangan, negara-negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Australia mengalami lonjakan kasus Covid-19 yang tinggi.

Indonesia sendiri sudah mengalami gelombang pertama Covid-19 pada Januari 2021 dan gelombang kedua pada Juli 2021. Saat konferensi pers secara virtual pada Selasa (21/9), juru bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mewanti-wanti gelombang ketiga di Indonesia. Ia memprediksi, akan terjadi lonjakan kasus Covid-19 tiga bulan ke depan, yakni ketika memasuki libur Natal dan Tahun Baru 2022.

Petugas mendata tabung oksigen untuk pasien Covid-19 di ruang isolasi RS Mitra Siaga, Kabupaten Tegal, Jateng, pada Senin (28/6/2021). Foto Antara/Oky Lukmansyah.

Di sisi lain, Nadia mengingatkan, peningkatan mobilitas akan selalu berpotensi terhadap peningkatan laju penularan virus. “Sering kali, ketika kondisi Covid-19 menurun, masyarakat abai bahkan kendur terhadap protokol kesehatan. Ini selalu terjadi dan tidak kita hindari,” tutur Nadia.

Berdasarkan data pemantauan Satgas Penanganan Covid-19 pada 4-10 Oktober 2021, tingkat kepatuhan protokol kesehatan masyarakat memang menurun. Kesadaran mengenakan masker, persentasenya 93,29% dari semula 93,36%.

Merujuk lokasi kerumunan yang dipantau, Satgas Penanganan Covid-19 mencatat, restoran dan kedai makanan menempati urutan pertama rendahnya kesadaran warga mengenakan masker, dengan persentase 17,5%, disusul di rumah 13%, tempat wisata 8%, jalanan umum 7,7%, dan fasilitas olahraga atau ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA) 7%.

Restoran dan kedai makanan juga menjadi tempat tertinggi warga yang abai terhadap kepatuhan menjaga jarak, dengan persentase 13,7%, disusul tempat wisata 10,3%, rumah 10,2%, jalanan umum 7,4%, dan fasilitas olahraga atau RPTRA 7,1%.

“Ini artinya, potensi gelombang ketiga atau the next wave itu tetap ada,” ujar epidemiolog dari Griffith University, Australia, Dicky Budiman, Senin (18/10).

Selain tak patuhnya warga terhadap protokol kesehatan, menurut Dicky, momentum libur panjang akhir tahun dan kebijakan pemerintah memangkas masa karantina bagi pelancong dari luar negeri, turut membuka peluang terjadinya gelombang ketiga Covid-19.

Pemangkasan masa karantina bagi para pelancong dari luar negeri itu tertuang dalam Surat Edaran Satgas Penanganan Covid-19 Nomor 20 Tahun 2021 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Internasional pada masa Pandemi Covid-19. Aturan semula karantina selama delapan hari, menjadi lima hari. Kebijakan itu mulai berlaku pada Kamis (14/10).

Potensi ledakan kasus Covid-19 juga bisa terjadi lantaran testing, tracing, dan treatment (3T) di Indonesia kurang maksimal. Laporan mingguan World Health Organization (WHO) terhadap situasi pandemi di Indonesia menyebut, dari hasil pemantauan 7-13 Oktober 2021 tingkat testing di Indonesia masih di bawah 2%. Angka ini menunjukkan, cakupan testing dalam negeri hanya 1:1.000 terhadap warga yang dicurigai terinfeksi atau kontak erat.

Perihal laporan itu, Dicky menganggap, temuan testing 1:1.000 tak merepresentasikan gambaran pemeriksaan Covid-19 yang rata di Indonesia. Menurutnya, angka pemeriksaan sampel yang terlapor itu hanya menggambarkan sebagian daerah yang memang gencar melakukan testing.

“Sehingga, angka rerata itu bisa menyembunyikan daerah yang lemah responsnya (terhadap penanganan Covid-19). Nah, ini yang berbahaya,” tutur Dicky.

Ia pun mengingatkan, capaian testing 1:1.000 merupakan standar paling minimal pemeriksaan sampel Covid-19 suatu negara yang ditetapkan WHO. Baginya, dengan populasi yang padat dan wilayah yang luas, capaian itu menjadi tak ideal untuk Indonesia.

“Yang disebut testing-nya kuat itu sebenarnya 4 ke atas banding 1.000, karena itu yang akan membuat pondasi angka absolut tes positivity rate 2% menjadi kuat,” ucap Dicky.

Bila berkaca dari data testing yang dirilis Satgas Penanganan Covid-19 periode 11-17 Oktober 2021, tingkat pemeriksaan sampel masih belum mencapai yang direkomendasikan WHO.

Rata-rata pemeriksaan sampel per hari mencapai 260.000, dengan akumulasi 1.781.479 sampel yang diperiksa. Dengan begitu, setidaknya Indonesia perlu menggenjot pemeriksaan sampel hingga 700.000 per hari untuk mencapai 4:1.000 seperti yang direkomendasikan WHO.

Faktor lainnya yang bisa menyebabkan petaka gelombang ketiga Covid-19, yakni turunnya tingkat imunitas seseorang yang sudah menerima vaksin dosis kedua. Dari beberapa studi, Dicky mengungkapkan, tingkat perlindungan dari vaksin bisa turun setelah enam bulan disuntik.

“Jadi itu yang membuat kenapa potensi gelombang ketiga atau gelombang berikutnya menjadi tetap ada,” kata Dicky.

Mengantisipasi ledakan kasus

Petugas pemakaman membawa peti jenazah pasien Covid-19 di TPU Pondok Ranggon, Jakarta, Senin (30/3/2020). Foto Antara/Muhammad Adimaja.

Sementara itu, juru bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito mengungkapkan, untuk mengantisipasi ancaman gelombang ketiga Covid-19, pemerintah akan tetap menggunakan strategi PPKM pada daerah yang mengalami lonjakan kasus positif. Ia menilai, kebijakan itu efektif meredam laju penularan saat ledakan kasus pada Juni-Juli 2021.

“Kebijakan ini dapat diteruskan implementasinya dalam situasi kasus yang cukup terkendali, dengan dibarengi upaya pemulihan ekonomi nasional secara bertahap,” ucap Wiku saat dihubungi, Senin (18/10).

Prinsip pemerintah, kata Wiku, membuka sektor sosial dilakukan secara hati-hati, dengan memperhatikan perkembangan kasus dan kesiapan penyelenggara kegiatan di lapangan. Dalam waktu dekat ini, ujar Wiku, pemerintah juga tengah menyusun strategi antisipasi kenaikan kasus, menjelang libur panjang tahun baru. Kepatuhan protokol kesehatan masyarakat pun terus dipantau.

“Saya mengingatkan, sikap yang seharusnya kita lakukan dengan kondisi kasus yang cukup terkendali saat ini ialah bersyukur dan tak menyia-nyiakan hasil jerih payah kita,” katanya.

“Berusaha sebaik mungkin mempertahankannya, bukan sebaliknya, lengah dan melebarkan kembali jendela penularan.”

Terkait pemangkasan masa karantina bagi pelancong dari luar negeri, Dicky menyarankan pemerintah menentukan asal negara pelaku perjalanan dari luar negeri yang bisa masuk ke Indonesia.

Idealnya, hanya pelancong yang berasal dari negara tak ada kasus yang dapat izin masuk. Pasalnya, sebagian besar kasus Covid-19 di Indonesia, berasal dari transmisi luar negeri.

Infografik Alinea.id/Firgie Saputra.

Jika semua pelaku perjalanan luar negeri diberi akses masuk dan dikarantina kurang dari seminggu, Dicky khawatir kasus Covid-19 di Indonesia bakal melonjak karena “impor” virus. Apalagi, warga yang sudah divaksinasi belum mencapai 60%.

“Jangankan 50% yang belum memiliki imunitas, Singapura itu 8% (total penduduk) yang belum divaksinasi saja masih meledak (kasus Covid-19), apalagi kita,” ujar Dicky.

Per 19 Oktober 2021, berdasarkan data Kemenkes, warga yang sudah menerima dosis pertama vaksin Covid-19 sebanyak 109.584.683 orang atau 52,62%. Sementara penerima dosis kedua baru 64.364.703 orang atau 30,91%.

Dihubungi terpisah, anggota koalisi warga Lapor Covid-19 Amanda Tan mendesak pemerintah untuk terus menggencarkan testing Covid-19. “Bagaimana pun 3T itu menjadi senjata epidemologi melawan virus ini,” kata dia, Selasa (19/10).

“Kalaupun vaksinasi mau digenjot, tetapi 3T enggak ada, terjadi juga (gelombang ketiga),” tutur Amanda.

Amanda dan anggota Lapor Covid-19 lainnya sudah mengalami situasi berat ketika terjadi ledakan kasus Covid-19 pada Juni-Juli 2021. Laporan warga terkait kolapsnya fasilitas pelayanan kesehatan karena banyaknya pasien yang harus dirawat, membanjiri kanal aduan setiap hari.

“Ya kita enggak tahu nih gelombang ketiga bagaimana, saya sudah takut duluan sih bayanginnya,” ujar Amanda.

img
Achmad Al Fiqri
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan