close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Guru Besar UIN Prof Azyumardi dalam Forum Alinea bertajuk
icon caption
Guru Besar UIN Prof Azyumardi dalam Forum Alinea bertajuk
Nasional
Kamis, 19 Agustus 2021 15:29

Azyumardi kritik peleburan LPNK ke BRIN: Nafsu besar, tenaga kurang

Azra menyangsikan inovasi dan riset ke depan berjalan dengan baik lantaran adanya pretensi negara terhadap lembaga penelitian.
swipe

Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra menyebut peleburan lembaga penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan (litbangjirap) ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) merupakan bentuk kerakusan negara. Azra menyangsikan inovasi dan riset di Tanah Air berjalan dengan baik ke depan lantaran adanya pretensi negara untuk menguasai lembaga penelitian.

"BRIN dengan pretensi-pretensi yang begitu hebat, saya kira ini menunjukkan kembalinya apa yang disebut oleh sejarawan Taufik Abdullah sebagai negara yang rakus (greed state). Negara yang rakus itu adalah negara yang ingin menguasai segala sesuatu," kata cendikiawan muslim ini dalam Forum Alinea bertajuk 'Dampak Peleburan LPNK IPTEK dan Litbang K/L ke BRIN,' Kamis (19/8).

Menurut Azra, bentuk kerakusan negara terhadap lembaga riset tidak hanya peleburan litbangjirap yang berbentuk Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK), mulai dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Penelitian (BPPT), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), dan Badan Standardisasi Nasional (BSN).

Lebih dari itu, sambungnya, BRIN juga direncanakan akan meleburkan litbangjirap di seluruh kementerian, BRIN di 34 provinsi atau BRIDA. "Ini mencerminkan kerakusan untuk berkuasa," ujarnya.

Menurut dia, bentuk kerakusan negara terus meningkat di Tanah Air dalam beberapa tahun terakhir. Teranyar ialah melalui Undang-Undang Cipta Kerja yang memangkas kewenangan daerah.

"Itu gejala sentralisasi, meningkatnya kerakusan oleh negara atau pusat terhadap daerah. Jadi banyak sekali kewenangan daerah itu dipangkas, ditarik ke pusat melalui UU Cipta Kerja," ungkap Azra.

Bagi Azra, peleburan banyak lembaga riset ke dalam BRIN tidak saja menunjukkan kerakusan, tapi justru menghilangkan otonomi kelembagaan litbangjirap. Hal ini bertentangan dengan semangat reformasi yang seharusnya memberi otonomi yang lebih besar pada lembaga ilmu pengetahuan.

"Otonomi tidak hanya dalam demokrasi, tapi juga dalam kelembagaan. Misalnya, terhadap kampus atau universitas. Sekarang mana ada kampus yang punya otonomi. Kita ingatlah yang terakhir, keributan di UI (Universitas Indonesia), yang sampai sekarang masih gaduh di UI, antara rektorat dan para guru besar," bebernya.

Bagi Azra, ide peleburan litbangjirap ibarat ungkapan "nafsu besar, tenaga kurang". Dia pun sangsi nasib riset dan inovasi akan berjalan baik ke depan dalam kondisi dikendalikan oleh sebuah struktur yang gemuk namun minim sumber daya manusia (SDM).

"Jangan dulu soal apa bisa melakukan riset dan inovasi. Soal kelembagaan saja saya kira, lagi-lagi mengatakan, nafsu besar tenaga kurang. Apa punya kemampuan melakukan riset dan inovasi? Apalagi inovasi yang terpusat atau tersentralisasi di BRIN," pungkas dia.

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Fathor Rasi
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan