Pengusutan kasus dugaan korupsi tata kelola timah di kawasan IUP PT Timah Tbk 2015-2022 mendapat dukungan dari Komisi VI DPR. Bahkan, diharapkan menjadi pelajaran berharga ke depannya.
"Komisi VI mendukung penuh pengungkapan kasus ini dan berharap kasus ini bisa menjadi terang benderang. Yang penting lagi kasus ini harus menjadi pelajaran di masa depan agar tata niaga timah menjadi lebih sehat," kata Wakil Ketua Komisi VI DPR, Sarmuji, kepada Alinea.id, Kamis (4/4).
Politikus Partai Golkar itu meyakini pengusutan perkara tersebut juga berdampak positif bagi peningkatan PT Timah. "Kalau kasus ini terungkap."
Lebih jauh, Sarmuji menyampaikan, Komisi VI DPR telah memanggil pimpinan PT Timah. Dalam forum tersebut, dewan sepakat menindaklanjuti kasus ini dengan membentuk panitia kerja (panja).
"Dirut PT Timah sudah dipanggil dan akan didalami lebih jauh melalui panja," jelasnya.
Hingga kini, Kejagung telah menetapkan 16 orang sebagai tersangka. Sebanyak 3 di antaranya bekas pimpinan PT Timah, sedangkan sisanya dari swasta. Adapun seorang tersangka dijerat kasus dugaan perintangan penyidikan (obstruction of justice).
Terbaru, Kejagung memeriksa suami Harvey Moeis, Sandra Dewi, sebagai saksi. Harvey merupakan salah satu tersangka kasus korupsi timah.
Pemeriksaan terhadap pemeran Ratna binti Subarkah dalam film Tarzan ke Kota ini berlangsung sekitar lima jam sejak 09.25 WIB. Ia diminta keterangan soal rekening suaminya yang telah diblokir. Tak dijelaskan kejaksaan tentang berapa banyak rekening yang diblokir dan nominal uang di dalamnya.
Di sisi lain, berdasarkan perhitungan pakar kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Bambang Hero Saharjo, kasus tersebut merugikan perekonomian negara dari aspek lingkungan sebesar Rp271 triliun. Ia mengacu Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH) Nomor 7 Tahun 2014 dalam menghitung kerugian negara.
Tak berjalan sendiri
Pengamat hukum pidana Universitas Nasional (Unas), Ismail Rumadan, menilai, praktik tambang ilegal dalam korupsi timah ini diyakini tidak berjalan sendiri. Ia pun mendukung Kejagung untuk mengusut tuntas perkara tersebut.
"Praktik penambangan ilegal itu terjadi biasanya pelakunya tidak tunggal, apalagi praktik illegal mining ini sudah berlansung cukup lama. Pasti ada oknum-oknum yang menerima manfaat dari praktik illegal mining tersebut. Sehingga, fungsi pengawasan tidak berjalan dengan baik," tuturnya kepada Alinea.id.
"Oleh karena itu, sudah sangat tepat Kejaksaan Agung mau mengusut tuntas pihak-pihak yang terlibat dalam praktik illegal mining tersebut," imbuh Ketua Umum Pemuda Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) ini.
Menurut Ismail, oknum eksekutif yang melakukan pembiaran tersebut dapat disangkakan pasal-pasal yang bergantung pada tindak pidananya. Salah satunya penyalahgunaan wewenang.
"Kemungkinan bisa dikenakan pasal terkait penyalagunaan wewenang jika dugaan terkait oknum pejabat terlibat dalam praktik illegal mining," jelasnya. Pun bisa dijerat Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jika turut menikmati rente.