Komisi I DPR siap membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pembahasan akan dilakukan dengan elemen masyarakat untuk menghindari pasal-pasal karet.
"Komisi I DPR siap membahasnya dan melibatkan masukan masyarakat untuk bisa menghindari pasal karet," kata anggota Komisi I DPR Abdul Kharis di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa (15/6).
Menurut dia, revisi UU ITE mulai dilakukan sepanjang pemerintah mengirimkan draf RUU ke DPR. Namun, sebelum revisi dibahas di DPR, ada prosedur dan mekanisme yang harus dilalui, yaitu memasukkan UU ITE dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021.
"Kami tidak tahu dari sisi pemerintah sampai sejauh mana rencana merevisi UU ITE," ujar politikus PKS itu.
Abdul pernah terlibat dalam penyusunan UU ITE pada tahun 2016. Dia mengatakan, terdapat perdebatan cukup panjang di dalamnya dan tidak berpikir muncul pasal karet.
Dia mengungkapkan, pelaksanaan dan implementasi UU ITE dalam aspek penegakan hukum perlu sosialisasi lebih lanjut karena ada masyarakat yang merasa diperlakukan berbeda terhadap suatu kasus.
"Dalam aspek penegakan hukum, mungkin saja perlu sosialisasi lebih lanjut karena dirasa masyarakat ada perbedaan perlakuan terhadap kasus-kasus, perlakuannya beda-beda karena pemahaman atas UU ITE," jelas Abdul.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, menyebutkan revisi terbatas pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016, tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE untuk menghilangkan multitafsir.
Pasal-pasal yang akan direvisi, yakni Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 36, dan Pasal 45C.
Menurut Mahfud, revisi terhadap pasal-pasal tersebut sebagaimana masukan dari masyarakat. Namun, revisi tersebut tidak serta-merta mencabut secara keseluruhan UU ITE.