close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi pensiun jaksa dan TNI. Alinea.id/Aisya Kurnia.
icon caption
Ilustrasi pensiun jaksa dan TNI. Alinea.id/Aisya Kurnia.
Nasional
Kamis, 24 Februari 2022 17:09

“Bahaya” di balik perpanjangan usia pensiun TNI dan jaksa

Batas usia pensiun anggota TNI dan jaksa digugat ke Mahkamah Konstitusi.
swipe

Seorang pensiunan perwira Korps Wanita TNI Angkatan Darat (Kowad) bernama Euis Kurniasih beserta empat orang lainnya melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK), dengan nomor perkara 62/PUU-XIX/2021. Mereka menggugat aturan soal usia pensiun anggota TNI, yang termuat dalam Pasal 53 dan Pasal 71 huruf a Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Dalam pasal itu disebut, anggota TNI melakukan dinas keprajuritan hingga usia paling tinggi 58 tahun bagi perwira dan 53 tahun bagi bintara dan tamtama. Para pemohon meminta MK mengubah ketentuan itu, sehingga sama dengan usia pensiun anggota Polri.

Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri disebutkan batas usia pensiun anggota Polri maksimal 58 tahun, berlaku untuk semua golongan kepangkatan. Kemudian, anggota Polri yang punya keahlian khusus dan sangat dibutuhkan dalam tugas bisa pensiun hingga usia 60 tahun.

Gugatan serupa juga datang dari lingkungan Kejaksaan. Lima jaksa senior, yakni Fentje Eyfert Loway, TR Silalahi, Renny Ariyanny, Fachriani Suyuti, dan Martini melayangkan gugatan ke MK dengan nomor 16/PUU/PAN.MK/AP3/02/2022 pada awal Februari 2022.

Mereka mengajukan pengujian materiil Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan, meminta MK mengubah ketentuan usia pensiun jaksa dari 60 tahun menjadi 65 tahun. Mereka ingin usia pensiun jaksa sama dengan hakim. Usia pensiun hakim sendiri 65 tahun pada tingkat pertama dan 67 tahun pada tingkat banding, ketua, dan wakil ketua pengadilan tinggi.

Alasan produktivitas

Laksamana Pertama TNI (Purn) Faisal Manaf, yang merupakan salah seorang pensiunan TNI, mendukung perpanjangan usia pensiun anggota TNI. Alasannya, perwira TNI masih cukup bugar dan produktif mengemban tugas hingga usia 60 tahun.

“Dalam usia 58 tahun saat ini, saya merasakan diri saya masih sangat prima untuk melakukan dan melaksanakan berbagai tugas,” ucap Faisal kepada Alinea.id, Minggu (20/2).

"Saya tentu sangat mendukung atas gugatan yang sangat positif ini.”

Faisal yang kini berkarier di dunia politik sebagai kader Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) menilai, perpanjangan usia pensiun prajurit TNI tak akan mengganggu tata kelola karier di TNI.

Panglima TNI Andika Perkasa saat masih menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD). Alinea.id/Akbar Ridwan.

“Memperpanjang masa pengabdian satu atau dua tahun tidaklah berarti bila dihitung dengan uang,” katanya.

Wakil Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari pun mendukung perpanjangan usia pensiun anggota TNI. Alasannya, usia harapan hidup orang Indonesia sudah naik.

“Jadi saya kira kebugaran tidak terlalu menjadi pertimbangan,” kata Kharis, Rabu (23/2).

Ia juga tak sepakat bila ada perbedaan masa pensiun di antara pegawai pemerintah, baik sipil maupun militer, karena khawatir bisa memicu kecemburuan antarabdi negara.

“Jika umur pensiun itu disamakan atau yang ekuivalen dengan ASN (aparatur sipil negara), saya kira akan lebih baik,” ujarnya.

Kharis menganggap, perpanjangan usia pensiun anggota TNI tak akan membuat tata kelola karier menjadi semakin panjang. Asalkan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) dan TNI mampu meramu sistem promosi jabatan yang ketat.

Menurut dia, gugatan uji materi ke MK bukan satu-satunya jalan untuk memperpanjang usia pensiun TNI. Hal itu bisa pula dilakukan lewat revisi Undang-Undang TNI di DPR.

Sedangkan anggota Komisi I DPR dari fraksi PPP Muhammad Iqbal mengaku belum bisa bicara banyak mengenai wacana perpanjangan usia pensiun TNI. Sebab, katanya, rencana revisi Undang-Undang TNI di DPR sedang menunggu hasil dari MK terkait gugatan yang dilayangkan.

“Saat ini Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI memang sudah masuk prolegnas (program legislasi nasional), tetapi belum ada pembahasan di Komisi I,” katanya, Rabu (23/2).

“Karena bertepatan ada yang mengajukan judicial review.”

Sementara itu, mantan jaksa Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Timur Ahmad Djainuri memandang, sangat memungkinkan usia pensiun jaksa 60 atau 65 tahun.

“Kalau memang dia sehat, sampai (usia) 70 tahun pun bisa,” kata Djainuri, Selasa (22/2). “Kalau usia 64 tahun, saya meyakini (masih) produktif.”

Pria yang baru saja pensiun sebagai jaksa di usia 62 tahun ini menilai, tugas-tugas pokok jaksa, seperti meneliti berkas, penuntut, dan eksekutor masih mampu dijalani seorang jaksa hingga usia 65 tahun. Namun, tergantung kesehatannya.

“Jabatan terakhir saya eselon 2. Kalau (uang) pensiun saya di bawah Rp5 juta, alhamdulillah cukup untuk makan,” katanya.

Memicu banyak problem

Gedung Kejaksaan Agung di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Foto Facebook Kejaksaan RI.

Dalam pandangan peneliti Imparsial, Hussein Ahmad, ada segudang masalah yang bakal muncul bila permohonan perpanjangan usia pensiun TNI dikabulkan MK. Pertama, memicu masa tunggu perwira TNI yang berpotensi memperbanyak anggota TNI non job alias perwira berpangkat tanpa jabatan.

“Ketika sudah terlalu banyak perwira non job yang tidak mendapatkan posisi, saya khawatir mereka akhirnya merambah ke jabatan sipil, seperti yang terjadi pada Polri saat ini,” kata Hussein, Senin (21/2).

“Itu berbahaya.”

Kedua, bakal membuat anggaran belanja pegawai membengkak. Ia memperkirakan, anggaran akan habis 40% hingga 50% untuk belanja pegawai.

Ketiga, perpanjangan usia pensiun TNI sangat sarat muatan politik. Sebab hal itu dilakukan saat Andika Perkasa menjabat Panglima TNI—yang cuma punya masa tugas sebentar. Muncul kecurigaan, wacana perpanjangan usia pensiun itu untuk membuka asa Andika lebih lama di TNI.

"Tentu dalam politik tidak ada yang kebetulan,” ujar Hussein. “Semuanya by design.”

Bila hal itu benar, ia merasa tak elok perubahan undang-undang dilakukan hanya untuk memuluskan kepentingan seseorang. Di samping itu, Hussein pun menilai, tak tepat bila usia pensiun anggota TNI disamakan dengan anggota Polri. Alasannya, masa pensiun polisi yang mencapai usia 60 tahun, sudah terbukti melahirkan persoalan pelik.

“Ada ratusan kombes (komisaris besar) itu non job di tubuh kepolisian,” ujar dia.

“Itu sempat membuat (mantan) Kapolri Jenderal Tito Karnavian pusing, mau diapain perwira sebanyak itu.”

Lebih jauh, menurutnya, dalam jangka panjang banyaknya perwira yang “nganggur” bisa melahirkan konflik antarpersonel. Satu sama lain bisa saling sikut untuk mendapatkan jabatan.

"Ini kan soal perut," kata Husain.

Ketimbang mewacanakan perpanjangan usia pensiun, Hussein menyarankan TNI merancang sistem persiapan pensiun bagi para anggotanya. Tujuannya, usai pensiun, mereka tetap bisa produktif menjalani peran sebagai sipil. Hal itu, kata dia, dilakukan oleh dinas militer di Amerika Serikat.

“Semisal ada tentara yang ingin jadi businessman setelah pensiun atau jadi pengajar. Itu disiapkan,” tuturnya.

Di sisi lain, gugatan sejumlah jaksa ke MK terkait perpanjangan usia pensiun, menurut pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hajar, dapat memicu tuntutan dari ASN lain yang juga memiliki batas masa pensiun usia 60 tahun.

Infografik pensiun TNI dan jaksa. Alinea.id/Aisya Kurnia.

"Jaksa itu bagian dari aparatur sipil negara,” kata Fickar, Selasa (22/2).

“Artinya, secara sistemik, tidak mungkin pensiun jaksa sebagai ASN dinaikkan sendiri saja.”

Di dalam Pasal 90 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) disebutkan, batas usia pensiun pegawai negeri sipil (PNS), yakni usia 58 tahun bagi pejabat administrasi, usia 60 tahun bagi pejabat pimpinan tinggi, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi pejabat fungsional.

Kalau gugatan perpanjangan usia pensiun jaksa dikabulkan MK, Fickar khawatir akan membuat banyak jaksa yang non job. Akhirnya, serupa dengan kekhawatiran Hussein soal usia pensiun TNI, bakal membuat persaingan tak sehat untuk meraih jabatan di Kejaksaan.

"Kalau tidak, akhirnya pada main duit mau naik pangkat dan jabatan," kata Fickar.

Bila memang masih ingin berkarier hingga usia 65 tahun, Fickar menyarankan lebih baik dilanjutkan dengan sistem kontrak. Terutama bagi jaksa yang masih dibutuhkan.

“Tapi harus dipikirkan soal menghambat regenerasi di Kejaksaan,” tutur dia.

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan