Bayang-bayang pecah konflik TNI vs FPI di balik pencopotan baliho Rizieq
Didukung personel TNI dari Kodam Jaya, razia spanduk dan baliho bergambarkan pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab terus digelar aparat gabungan di seantero Jakarta. Hingga Senin (23/11) lalu, total sudah ada sekitar 900 spanduk dan baliho "liar" yang ditertibkan.
"Bahkan, ada warga yang ikut turunkan. Itu sudah dua bulan dilakukan TNI, Polri, dan Satpol PP. Awalnya yang turunkan Satpol PP, tapi FPI minta dinaikkan lagi. Mereka siapa? Kok bisa takut sama mereka," kata Pangdam Jaya Mayjen Dudung Abdurrachman seperti dikutip dari Antara.
Menurut Dudung, spanduk dan baliho Rizieq diturunkan lantaran tak mengantongi izin. Bukan hanya yang bergambar Rizieq dan FPI saja, ia menegaskan, spanduk dan baliho ilegal lainnya juga turut dicopot. "Yang ilegal kita turunkan," tegas Dudung.
Meski razia spanduk dan baliho Rizieq telah digelar sejak September, operasi gabungan itu baru menimbulkan kegaduhan pekan lalu. Pemicunya adalah sebuah video pencopotan baliho bergambar Rizieq oleh personela TNI yang viral di media sosial.
Kepada pewarta, Dudung membenarkan pencopotan baliho Rizieq oleh personel TNI. "Ada (personel) berbaju loreng menurunkan baliho Habib Rizieq itu perintah saya," kata dia dalam apel TNI di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Jumat (20/11) lalu.
Baliho-baliho itu, kata Dudung, dicopot karena tidak membayar pajak. Isi baliho yang umumnya mengajak revolusi akhlak juga terkesan provokatif. "Jangan coba-coba pokoknya. Kalau perlu, FPI bubarkan saja itu. Bubarkan saja. Kalau coba-coba dengan TNI, mari," kata dia.
Sehari sebelumnya, rombongan kendaraan taktis milik Komando Operasi Khusus (Koopsus) TNI juga sempat mampir ke markas FPI di Petamburan, Jakarta Barat. Terekam dalam sebuah video singkat, setidaknya ada empat kendaraan milik TNI melintas di depan markas FPI.
Dikawal satu motor polisi militer, rombongan kendaraan sempat berhenti tak jauh dari pelang FPI. Suara sirine terdengar meraung-raung. Tak lama, rombongan itu bergerak melanjutkan perjalanan.
Soal itu, Komandan Koopsus Mayjen Richard Tampubolon menepis tudingan TNI tengah mengintimidasi FPI. Ia berdalih rombongan rantis hanya kebetulan melintasi Petamburan dalam perjalanan pulang ke markas TNI di Cilangkap.
Wakil Sekretaris Umum FPI Aziz Yanuar tak percaya rombongan TNI hanya sekadar melintas di depan markas FPI. Menurut dia, konvoi rantis Koopsus dan pencopotan baliho bergambar Rizieq itu diinstruksikan secara khusus oleh penguasa.
"Copot baliho dan pengerahan pasukan ke Petamburan itu bukan operasi militer perang. Jadi, yang bisa menggerakkan TNI pada situasi OMSP (operasi militer selain perang) adalah presiden," ujar Aziz kepada Alinea.id, Senin (23/11).
Aziz mengacu pada bunyi UU 34 tahun 2004 tentang TNI. Dalam UU tersebut, tugas TNI dibagi dua, yakni menggelar operasi militer perang dan operasi militer selain perang atau OMSP. OMSP hanya bisa digelar atas persetujuan presiden.
"Sayang juga pasukan yang dikerahkan ke Petamburan itu adalah pasukan super elite. Prajurit yang dibentuk untuk menjadi prajurit elite itu mahal investasinya. Sayang kalau digunakan untuk menakut-nakuti rakyat," ujar Aziz.
Lebih jauh, Aziz meminta pemerintah tidak gegabah menyikapi dinamika politik yang terjadi setelah kepulangan Rizieq Shihab dari Arab Saudi. Ia khawatir antagonisme antara militer dan FPI bakal berekses negatif.
"Turunnya TNI ini memang memiliki konsekuensi konflik fisik dengan masyarakat. Jadi, kalau dibilang enggak elok, ya, emang enggak elok," ujar Aziz.
Dipuji dan dikritik
Meski diprotes FPI dan rekan-rekannya, ketegasan Dudung dipuji publik dan warganet. Tagar #bubarkan FPI bahkan sempat trending di Twitter tak lama setelah pernyataan keras Dudung. Nama jenderal bintang dua itu juga mendadak tenar di jagat maya.
Melalui akun twitternya @ruhutsitompul, politikus PDI Perjuangan Ruhut Sitompul juga turut mengapresiasi sikap Dudung terhadap FPI. Ia menyebut instruksi Dudung kepada prajuritnya untuk mencopot baliho Rizieq merupakan langkah yang tepat.
Ruhut berpendapat, Dudung justru bergerak cepat "mencegah kebakaran" dengan memerintahkan pencopotan baliho. Pasalnya, ajakan-ajakan revolusi akhlak yang terpampang di baliho bernuansa memprovokasi publik.
Anggota Komisi I DPR RI Dave Laksono menilai Dudung dan prajuritnya tidak melanggar UU TNI saat menertibkan spanduk dan baliho Rizieq. Menurut dia, TNI juga memiliki tugas menjaga ketertiban umum dan menindak pelanggaran yang dilakukan masyarakat.
"Kalau pandangan saya, TNI itu sudah bertindak sesuai aturan yang berlaku. Jadi, tidak ada yang salah. Tapi, tentu harus sesuai dengan UU porsinya TNI sejauh mana," ujarnya saat dihubungi Alinea.id, Minggu (22/11).
Ia pun tidak sependapat jika keterlibatan TNI dalam menertibkan baliho-baliho Rizieq disebut-sebut dapat menimbulkan konflik fisik antara militer dengan FPI. Ia meyakini TNI tidak akan gegabah.
"Mereka tidak masuk ke rumah Habib Rizieq atau kantor FPI lalu menangkap orang. Kan tidak? Hanya melakukan penertiban terhadap spanduk-spanduk tersebut," ujarnya.
Supaya tidak pecah konflik terbuka, dia meminta FPI juga menahan diri. "Apakah itu TNI, Satpol PP ataupun ormas-ormas lainnya, ya, tidak boleh melakukan kekerasan fisik. Yang harus dikedepankan komunikasi dulu," kata dia.
Dukungan terhadap sikap tegas TNI juga diutarakan publik dengan mengirimkan karangan bunga markas Kodam Jaya di Cililitan, Jakarta Timur, Senin (23/11) lalu. Di jagat maya, foto deretan karangan bunga itu dibagikan akun Instagram @warung_jurnalis.
Meski begitu, banyak warganet yang meragukan "ketulusan" para pengirim karangan bunga tersebut. Sejumlah warganget sepakat berpendapat apresiasi terhadap sikap tegas TNI itu merupakan rekayasa.
"Kok model bunganya sama semua? Tapi, dari pemberiannya beda-beda?" tulis pemilik akun Instagram @rizkyadhi20 di kolom komentar.
Pemilik akun Instagram @iamfahrul135 juga mempersoalkan bentuk karangan bunga yang mirip antara satu dan lainnya. "Ketahuan kalangan mereka-mereka juga yang beri karangan bunga," tulis dia.
Pengamat gerakan Islam dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Zaki Mubarak menilai pemerintah semberono dengan melibatkan TNI untuk "menjinakkan" FPI. Menurut dia, tak seharusnya TNI ikut campur dalam peristiwa-peristiwa yang sifatnya politis.
"Seharusnya (pencopotan baliho) itu tupoksi Satpol PP dan polisi, bukan tupoksi tentara. Apalagi, yang turun Komando Operasi Khusus TNI. Persolan FPI dan Rizieq tidak perlu disikapi berlebihan dengan mengerahkan TNI," kata Zaki kepada Alinea.id Minggu (22/11).
Zaki memperkirakan, ada sejumlah faktor yang menyebabkan personel TNI keluar dari barak. Yang paling utama ialah kelalaian di jajaran elite pemerintah dalam mengantisipasi kerumunan-kerumunan yang muncul dalam berbagai hajatan yang digelar Rizieq.
"Kesalahan pimpinan yang minim koordinasi ini berdampak fatal. Akhirnya dua kapolda jadi tumbalnya karena dianggap gagal melakukan pengamanan atau lebih tepatnya mencegah kerumunan ribuan pendukung HRS," kata dia.
TNI mesti ditarik ke barak
Lewat sejumlah telegram, Kapolri Idham Azis mencopot dua Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Nana Sudjana dan Kapolda Jawa Barat Irjen Rudy Sufahriadi pada pertengahan November lalu. Keduanya dianggap lalai mengantisipasi kerumunan warga yang muncul dalam acara-acara yang digelar Rizieq di wilayah hukum mereka.
Berkaca pada pencopotan dua kapolda itu, Zaki menduga instruksi pembersihan baliho dikeluarkan Dudung sebagai upaya mengamankan posisinya. Di sisi lain, Pandam Jaya juga diturunkan lantaran Polri dan Satpol PP dalam posisi krisis kepercayaan.
"TNI relatif tidak memunculkan resistensi dari pendukung HRS sehingga menjadi pilihan paling memungkinkan saat ini. Perseteruan HRS lebih dengan kepolisian yang dianggapnya telah melakukan kriminalisasi," kata Zaki.
Peneliti Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Moch Nurhasim menilai TNI sudah keluar koridor saat turun tangan menghadapi FPI. Sejak era Reformasi, TNI dibatasi perannya di ranah sipil.
TNI, kata Nurhasim, baru bisa masuk ke persoalan sipil bila diminta kepolisian, khususnya dalam menangani situasi keamanan yang berskala besar. Ketentuan tentang pembatasan peran itu tertuang dalam UU Polri dan UU TNI.
"Misalnya berhadapan dengan sipil yang memiliki kemampuan militer. TNI bisa bertindak kalau dia melakukan tugas perbantuan. Itu pun tidak diperkenankan menggunakan alutsista perang seperti tank ataupun panser dan sejenisnya," kata dia kepada Alinea.id.
Nurhasim mengatakan, dukungan publik tidak boleh jadi pembenar bagi militer untuk mengeluarkan diskresi dan ikut campur mengurusi persoalan-persoalan di ranah sipil. Ia pun meminta TNI tidak dijadikan alat penguasa untuk membungkam kelompok-kelompok yang kritis.
"Nanti ada orang demo, dihajar. Nanti ada yang orang yang protes atau ada satu kekuatan yang tidak suka dengan pemerintah, tiba-tiba dia mengambil tindakan diskresi. Menurut saya, itu pelanggaran undang-undang," kata dia.
Lebih jauh, Nurhasim meminta agar TNI kembali ditarik ke barak dan tidak dilibatkan lagi dalam mengurusi sepak terjang Rizieq dan FPI. Menurut dia, antagonisme FPI dan TNI yang terjadi saat ini bisa berujung pada konflik fisik di lapangan.
"Kenapa TNI tidak boleh digunakan untuk menghadapi situasi-situasi keamanan di tingkat nasional yang bukan spesifikasi dari musuh yang berkekuatan militer? Karena standar operasionalnya berbeda. Dia untuk perang. Tapi, kalau untuk gerakan sipil atau memang ada pelanggaran hukum, biar itu jadi koridor penegak hukum, yakni polisi," ujarnya.
Tak hanya di ibu kota, pembersihan baliho dan spanduk ajakan revolusi akhlak juga digelar di daerah. Pencopotan baliho Rizieq itu cenderung berjalan lancar. Kisruh hanya sempat terjadi saat personel TNI diadang simpatisan FPI di Jalan KS Tubun, Jakarta Barat, pekan lalu.