Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian memang telah mengklarifikasi pernyataannya soal usulan mekanisme pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang dikembalikan ke DPRD. Indonesian Corruption Watch (ICW) turut merespons pernyataan Tito, ICW mengingatkan soal korupsi apabila kepala daerah dipilih oleh DPRD.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, lebih baik Mendagri Tito melakukan reformasi sistem kepartaian, sebelum melakuan evaluasi terhadap Pilkada langsung. Biaya politik yang tinggi karena adanya Pilkada langsung seperti yang disampaikan Tito merupakan penilaian yang tidak komprehensif.
Padahal masalah utamanya menurut ICW adalah persoalan jual beli pencalonan atau candidacy buying yang dikenal sebagai mahar politik.
"Tanpa pembenahan partai, maka tidak akan pernah menyelesaikan persoalan politik yang berbiaya mahal tersebut. Evaluasi Pilkada merupakan langkah penting untuk memetakan persoalan penyelenggaraan demokrasi lokal," kata Kurnia dalam siaran pers yang diterima Alinea.id pada Selasa (19/11).
Evaluasi Pilkada memang merupakan langkah penting untuk memetakan persoalan penyelenggaraan demokrasi lokal, agar menjadi lebih berkualitas dari sisi penyelenggara, peserta hingga pemilih.
Namun, wacana pemilihan kepala daerah menjadi tidak langsung dinilai ICW merupakan kesimpulan prematur atas keinginan pemerintah yang baru akan melakukan evaluasi.
"Ada kesan seolah-olah mengarahkan persoalan Pilkada berbiaya mahal (high cost) hanya kepada pemilih. Faktor politik uang dituding menjadi biang persoalan," jelasnya.
Kurnia menambahkan, inisiatif pembenahan partai secara kolektif justru sering didorong oleh KPK dan masyarakat sipil. Namun sejauh ini, belum ada respons konkret dari pemerintah untuk menindaklanjuti berbagai konsep pembenahan partai agar menjadi demokratis, modern dan akuntabel.
Sebelumya, Tito membantah mengusulkan adanya pemilihan secara tidak langsung alias melalui DPRD. Dia mengaku hanya mengusulkan perlunya evaluasi terhadap Pilkada langsung yang sudah 15 tahun berjalan.
Berkaca pada pengalamannya saat menjabat sebagai Kapolri dan Kapolda Papua, Tito mengatakan banyak efek negatif Pilkada langsung, seperti intensitas konflik yang tinggi, biaya pilkada yang mahal, dan banyaknya kepala daerah yang terjerat kasus korupsi.
Tito menilai, usulan tersebut ramai dibicarakan di ruang publik karena media salah mengutip pernyataannya.