Badan Keamanan Laut (Bakamla) mendorong Komisi I DPR menggulirkan kebijakan menjerat kapal asing yang melakukan aktivitas ilegal di perairan Indonesia. Mulai dari pemindahan barang (transshipment) ilegal hingga mengelabui data automatic identification system (AIS).
"Ini mungkin bisa didiskusikan karena kalau tidak, perairan kita akan dilecehkan dan kita tidak bisa menangkap atau menuntut yang pelanggaran-pelanggaran seperti ini ke pengadilan karena memang tidak ada aturannya," kata Kepala Bakamla, Laksdya TNI Aan Kurnia, dalam rapat kerja (raker) bersama Komisi I DPR, Selasa (5/9).
Dicontohkannya dengan kapal supertanker berbendera Iran, MT Arman 114, yang melakukan aktivitas ilegal di zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia, Juli 2023. Kala itu, Bakamla tidak bisa menjerat hukum terhadap MT Arman 114.
"Kami tidak bisa jerat hukumnya karena aturan kita yang masih lemah," ucapnya. Padahal, MT Arman 114 yang membawa muatan minyak mentah senilai Rp4,6 triliun itu melakukan transshipment BBM tanpa izin ke kapal supertanker asing lainnya berbendera Kamerun, MT S Tinos.
MT Arman 114, sambung Aan, juga mengelabui data AIS sehingga seakan-akan berada di perairan Laut Merah. Padahal, sedang berlayar di perairan Indonesia.
Kapal berbendera Iran tersebut pun mengabaikan peringatan Bakamla agar berhenti saat pengejaran. Bahkan, Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) membantu MT Arman 114 ketika masuk perairan negeri jiran.
"Yang masalah, AIS-nya menipu. Kemudian, dia transshipment di wilayah kita. Kemudian, dihentikan tidak mau berhenti. Ini [karena] tidak ada aturan yang bisa menjerat," tuturnya.
Akhirnya, Bakamla hanya menjerat kapal tersebut atas tindakannya membuang limbah (dumping) minyak ke perairan Indonesia. "Yang lainnya tidak bisa."