Badan Musyawarah (Bamus) Betawi mengapresiasi kinerja Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, karena bisa menangani pandemi coronavirus baru (Covid-19) dengan baik. Sehingga, wabah di Ibu Kota tidak berlarut-larut.
"Kami mengapresiasi keputusan dan kebijakan Gubernur Anies dalam menangani Covid-19, meski bukan perkara mudah untuk dilalui," ucap Ketua Umum Bamus Betawi, Zainudin, melalui keterangan tertulis, Selasa (23/6).
Menurutnya, 2020 menjadi tahun berat bagi Indonesia, termasuk Jakarta. Pangkalnya, efek domino pandemi tidak bisa dihindari dan berdampak signifikan terhadap masyarakat dan pemerintahan.
"Hari jadi ke-493 Jakarta pun terpaksa dilalui dengan cobaan. Namun, tidak mengurangi kedewasaan pemprov dan masyarakat dalam melaluinya," ujar Oding, sapaannya. Hari jadi Jakarta diperingati setiap 22 Juni sejak 1527.
Meski demikian, dirinya mengimbau Anies dan Wakil Gubernur Jakarta, Ahmad Riza Patria, tetap konsisten menjalankan pemerintahan hingga masa bakti berakhir. Juga komitmen merealisasikan janji-janji politiknya.
"Kondisi masyarakat semakin terhimpit karena pandemi. Pemerintah juga mendapat rintangan yang tidak mudah. Semoga tidak menjadi alasan untuk tidak membahagiakan warga Jakarta," tuturnya.
Dalam rangka memperingati hari jadi ke-493 Jakarta dan milad ke-38 Bamus Betawi, wadah yang menaungi warga Betawi ini menggelar kegiatan di bilangan Simpruk, Jakarta Selatan dan disiarkan secara virtual. Acara menghadirkan tokoh-tokoh Betawi dengan agenda silaturahmi dan potong tumpeng sebagai rasa syukur.
Bamus Betawi turut menyoroti polemik Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Bahkan, meminta DPR membatalkan pembahasannya dan menampung semua aspirasi publik, sehingga pembahasan berjalan lancar dan mencapai mufakat.
"RUU HIP membahas hal mendasar bagi negara ini. Dengan demikian, segala saran dan pendapat harus diakomodasi. DPR jangan memonopoli isi sesuai kehendaknya," tegasnya.
DPR sebagai lembaga perwakilan, bagi politikus Partai Golkar itu, sepatutnya menampung aspirasi publik. Seharusnya dilakukan sedari awal, sejak menyusun draf.
Sayangnya, ungkap dia, proses pembahasan RUU HIP terkesan senyap dan tidak tersosialisasikan dengan baik. Sehingga, menimbulkan kecurigaan.
"Jangan-jangan DPR punya kepentingan tertentu melalui RUU HIP. Jangan-jangan nanti digunakan sebagai alat untuk memonopoli Pancasila. Opini-opini seperti itu bisa saja berkembang saat prosesnya tidak transparan," tuturnya.