close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Fredrich Yunadi. Antara Foto
icon caption
Fredrich Yunadi. Antara Foto
Nasional
Rabu, 10 Oktober 2018 18:18

Banding gagal, Fredrich Yunadi tetap divonis 7 tahun bui

Selain divonis penjara, Fredrich didenda Rp500 juta subsider 5 bulan kurungan. 
swipe

Surat Panggilan Sidang pengajuan banding diterima Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari bekas pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi. Fredrich mengajukan banding terkait kasus merintangi penyidikan KPK soal korupsi E-KTP yang menjerat Setya Novanto.

Pengajuan banding dari Fredrich merupakan respon ketidakpuasannya atas putusan Hakim yang menjatuhinya hukuman selama 7 tahun penjara. Vonis tersebut jauh lebih rendah dari tuntutan Jaksa KPK yang menuntut Fredrich dihukum 12 tahun penjara dan denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan.

Dari banding yang diajukan Fredrich, Pengadilan Tinggi Jakarta memutus menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama terhadap advokat Fredrich Yunadi. Dengan demikian, Fredrich tetap divonis 7 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 5 bulan kurungan. 

Amar putusan tersebut tertuang dalam surat No. 23/Pid.Sus-TPK/2018/PT. DKI yang berisi: Pertama, KPK menerima Banding terdakwa dan KPK. Kedua, menguatkan putusan sela di Pengadilan Tipikor Jakarta. Ketiga, menguatkan putusan Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat No. 9/Pid.Sus-Tp/2018/PN.Jkt.Pst tanggal 28 Juni 2018.

“Dengan demikian, terdakwa tetap akan berada dalam tahanan. KPK menghormati putusan banding ini. Berikutnya, Penuntut Umum KPK akan mempelajari terlebih dahulu dan memberikan saran pada Pimpinan tentang bagaimana proses lebih lanjut,” kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Rabu (10/10).

Perlu diketahui, Fredrich sebagai pengacara Setya Novanto terbukti memberikan saran agar mantan Ketua DPR itu tidak perlu datang memenuhi panggilan penyidik KPK. Kala itu, Fredrich menyarankan proses pemanggilan terhadap anggota DPR harus ada izin dari Presiden, selain itu melakukan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi.

Pada 15 November 2017 Setnov memilih tidak datang memenuhi panggilan KPK. Para penyidik KPK kemudian mendatangi rumah Setnov pada malam harinya. Alih-alih dapat menangkap buruannya, KPK justru bertemu Fredrich di rumah Setnov. Saat ditanya keberadaan Setnov, Fredrich mengaku tidak mengetahuinya. Padahal, sebelumnya ia menemui Setnov di gedung DPR.
Pada 16 November 2017 Fredrich menghubungi dokter RS Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo untuk meminta bantuan agar Setnov dapat dirawat inap di RS Medika Permata Hijau dengan diagnosa menderita beberapa penyakit, salah satunya adalah hipertensi.

Bimanesh Sutarjo pun menyanggupi meski tahu Setnov sedang berkasus di KPK lalu menghubungi Plt. Manajer Pelayanan Medik RS Medika Permata Hijau dokter Alia agar disiapkan ruang VIP rawat inap atas nama Setnov.

Setelah Setnov dirawat inap, Fredrich menyampaikan bahwa Setnov mengalami luka parah dengan beberapa bagian tubuh berdarah-darah serta terdapat benjolan pada dahi sebesar bakpao. Padahal, Setnov hanya mengalami beberapa luka ringan pada bagian dahi, pelipis kiri dan leher sebelah kiri serta lengan kiri.

img
Rakhmad Hidayatulloh Permana
Reporter
img
Tito Dirhantoro
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan