Bandung Raya siap untuk membangun kereta api ringan (light rail transit/LRT) terintegrasi menyusul Jakarta dan Palembang.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan pemerintah daerah di wilayah metropolitan menandatangani perjanjian nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) kerja sama tentang pembangunan sistem angkutan massal LRT di Aula Timur Gedung Sate Bandung.
"MoU ini bisa dikatakan sebagai pegangan agar satu arah dan satu visi dalam pelaksanaannya. Proyek ini bukan hanya melibatkan Kota Bandung dan tidak mungkin yang lain tidak ditangani. Kemudian pelaksanaannya di Kota Bandung dulu, bisa jadi namun harus menjadi perencanaan terintegrasi seluruhnya," kata Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan usai penandatanganan MoU, dilansir Antara, Senin (4/6).
Gubernur Aher mengatakan bahwa penandatanganan kerja sama tersebut untuk menghindari anggapan proyek kereta cepat yang diinisiasi pemerintah pusat ini hanya melibatkan Pemkot Bandung saja.
Menurut dia, proyek ini sudah menyangkut pembangunan antar kabupaten kota di Bandung Raya sehingga perlu Pemprov Jawa Barat menyamakan visi dan perencanaannya.
Hal tersebut, lanjut Aher, merupakan sebagai tindak lanjut dari rapat terbatas pembahasan LRT antara Pemprov Jawa Barat dengan pemerintah pusat di tahun lalu.
"Perencanaannya ada di Bappeda dan Dishub Jawa Barat. Pembangunan itu urusan pusat karena anggaran di pusat dan yang penting ada kesamaan cara pandang bahwa ini LRT Bandung Raya," kata dia.
Proyek ini akan menghubungkan Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, Kabupaten Sumedang, dan Kabupaten Bandung. Titik pertama berada di Tegal Luar Kabupaten Bandung.
Rencananya, proyek ini akan didanai dari APBN karena terintegrasi dengan kereta api cepat Jakarta-Bandung. Nantinya, LRT akan terintegrasi dengan transportasi Metro Kapsul dan menjadi andalan untuk mengurangi kemacetan di Kota Kembang.
Pembangunan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung merupakan hasil konsorsium BUMN Indonesia dan konsorsium perusahaan China dan pelaksanaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung ini telah berlangsung sejak 2015.
Akan tetapi pembangunannya terganjal permasalahan lahan yang memakan waktu hingga dua tahun sehingga hal tersebut yang membuat pengoperasian kereta cepat tersebut mundur dari 2019 menjadi 2020.