Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR, Sukamta, menilai, alokasi anggaran sektor kesehatan, yang tercantum dalam Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) 2021, belum memadai untuk penanganan pandemi coronavirus baru (Covid-19).
Dalam RUU APBN 2021, anggaran sektor kesehatan dijatah Rp169,7 triliun (6,2%) dari total belanja negara sebesar Rp2.750 triliun. Alokasi itu terdiri dari belanja pusat Rp130,7 triliun dan transfer ke daerah Rp39,1 triliun.
"Anggaran ini rasanya belum memadai dengan melihat risiko pandemi yang masih besar. Mestinya anggaran kesehatan ini ditingkatkan untuk mengatasi pandemi Covid-19," ujarnya dalam keterangannya, Jumat (25/9).
Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menyatakan demikian lantaran banyak epidemiolog memperkirakan puncak pandemi terjadi pada 2021. Sementara itu, penanganan Covid-19 di Indonesia tergolong lamban sampai kini.
"Dengan prediksi seperti ini, sangat wajar jika RUU APBN 2021 perlu mengalokasikan belanja yang cukup di sektor kesehatan dan pemulihan ekonomi, utamanya untuk membantu pelaku usaha kecil dan UMKM," paparnya.
Sukamta juga meminta pemerintah tidak mengandalkan pengadaan vaksin untuk mengatasi pandemi. Pasalnya, sesuai pandangan sejumlah ali, vaksin bukan cara untuk keluar dari zona wabah.
"Artinya selain untuk atasi Covid-19, juga perlu anggaran kesehatan yang memadai untuk peningkatan dan perbaikan sistem dan pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), peningkatan sarana prasana kesehatan, dan kapasitas tenaga kesehatan. Kan, sudah kelihatan betapa beratnya kondisi sektor kesehatan kita (saat) tangani pandemi," tutur dia.
Pemerintah juga diminta memberikan alokasi yang memadai guna mengatasi dampak pandemi secara sosial dan ekonomi. Diperkirakan angka pengangguran terbuka pada 2021 mencapai 7,7%-9,1% dan kemiskinan meningkat antara 9,2%-9,7%.
"Dampak pandemi bisa jadi akan mencapai puncaknya pada tahun 2021. Kondisi ini akan terasa semakin berat bagi warga miskin dan juga pelaku usaha kecil. Maka, harus ada skema anggaran yang mamadai untuk jaring pengamanan sosial, akses pendidikan, dan pemulihan UMKM. Intinya, persoalan kebutuhan dasar masyarakat harus jadi prioritas," tegasnya.
Kendati demikian, Sukamta berharap, RUU APBN 2021 dapat lebih ketat dan realistis. Pemerintah disarankan mengitung lebih matang rencana penambahan utang.
Dalam RUU APBN 2021, pemerintah hendak menambah utang senilai Rp1.177,35 triliun. Baginya, rencana itu akan menambah beban mengingat sudah mencapai Rp5.434,86 triliun per Juli 2020.
"APBN 2020 dengan pembiayaan utang mencapai Rp1.173,7 triliun ternyata serapan belanjanya masih tidak optimal. Ini menunjukkan, perencanaan anggaran yang buruk. Jangan sampai hal ini terulang dalam RUU APBN 2021. Kita semua tentu berharap dengan RUU APBN 2021 ini bisa secara efektif tangani Covid-19 dan menjadi pengungkit kebangkitan ekonomi nasional," tandasnya.