Pemerintah diminta tidak menggusur tanah ulayat dan masyarakat adat di Kalimantan Timur (Kaltim) demi kelancaran megaproyek ambisius, pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Pangkalnya, prinsip-prinsip kepemilikan tanah, termasuk milik ulayat dan masyarakat adat, dijamin Undang-Undang Nomro 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
"Ada jaminan masyarakat hukum adat dan tanah ulayat. Ini yang perlu disikapi oleh DPR dan pemerintah," ucap anggota Komisi II DPR, Guspardi Gaus.
Ia mengingatkan, sebuah negara dibentuk untuk menyejahterakan rakyat. Namun, masyarakat sudah ada terlebih dahulu sebelum negara terbentuk. Karenanya, menurut Guspardi, sebaiknya UUPA menjadi stimulus untuk mengakui tanah ulayat dan hak-hak masyarakaat adat.
"Kenapa ini tidak dijadikan aset? Jangan pembangunan membuat mereka tergusur, kemudian miskin," tegas politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu, menukil laman DPR.
Guspardi juga menyarankan adanya sinergi antara UUPA dengan UU IKN demi menjamin eksistensi tanah ulayat di "Pulau Borneo". "Ini bagian kami sempurnakan eksistensi tanah ulayat dan masyarakat hukum adat."
Sebelumnya, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Pradarma Rupang, menyatakan, ada potensi penggusuran terhadap 20.000 warga adat dan lokal akibat pembangunan IKN. Sebab, 40% dari total wilayah Nusantara sudah ditempati warga.