close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Prajurit TNI membantu seorang pengendara ketika berusaha menerobos banjir di Sentani, Jayapura, Papua, Kamis (21/3/2019).  Antara Foto
icon caption
Prajurit TNI membantu seorang pengendara ketika berusaha menerobos banjir di Sentani, Jayapura, Papua, Kamis (21/3/2019). Antara Foto
Nasional
Kamis, 21 Maret 2019 21:10

Banjir bandang di Sentani diduga akibat penebangan liar

Sejak 2018 Dinas Kehutanan berhasil mengamankan kayu yang keluar dari kawasan Hutan Cycloop.
swipe

Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Papua, Aiesh Rumbekwan, menduga banjir bandang yang terjadi di daerah Sentani diakibatkan oleh adanya deforestasi atau penebangan liar. Meski pihaknya belum melakukan kajian mendalam, ia meyakini hal itu berdasarkan laporan dari Dinas Kehutanan setempat.

“Sejak 2018 Dinas Kehutanan berhasil mengamankan kayu yang keluar dari kawasan Hutan Cycloop. Artinya, dapat dipastikan penebangan liar masih mungkin terjadi," kata Aiesh saat dihubungi Alinea.id dari Jakarta pada Kamis, (21/3).

Meski demikian, perlu kajian dari lapangan untuk mengetahui apakah penurunan luas tutupan hutan itu disebabkan oleh faktor manusia atau proses alami. Aiesh menduga penebangan hutan di kawasan Cycloop yang dilakukan masyarakat sekitar turut andil mengakibatkan terjadinya banjir bandang di Sentani, Papua.

“Masyarakat melakukan penebangan tersebut untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, seperti membangun rumah,” ujar Aiesh.

Selain masyarakat, kata dia, tidak menutup kemungkinan ada perusahaan juga yang terlibat melakukan penebangan hutan secara ilegal di daerah tersebut. Ia menilai perusahaan yang melakukan penebangan liar biasanya perusahaan kecil.

Berdasarkan pantauannya, Aiesh mengatakan, selama ini bila ditemukan praktik penebangan liar petugas hanya memberikan peringatan berupa lisan saja.

“Kemungkinan ada pelaku dari perusahaan, tetapi kalau perusahaan tersebut melakukannya secara rutin kan tetap ada ancamannya juga," katanya.

Aiesh mengatakan kawasan Hutan Cycloop merupakan kawasan cagar alam. Di daerah tersebut, kata Aiesh, terdapat permukiman masyarakat. Padahal, daerah yang berstatus cagar alam tidak diperkenankan untuk mendirikan suatu bangunan bahkan permukiman.

Kawasan Cycloop berada di bawah tanggung jawab Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan pemerintah daerah. Selama ini, ia menilai fungsi koordinasi antarinstasi tersebut belum berjalan baik. Akibatnya, fungsi pengawasan untuk mengontrol kawasan tersebut minim.

“Akhirnya penegakan hukum juga tidak maksimal,” ucapnya.

Sementara itu, Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia, Arifsyah M Nasution, menduga salah satu penyebab banjir bandang yang terjadi di Papua akibat dari adanya praktik kepentingan korporasi. Untuk mengatasi persoalan tersebut perlu adanya peningkatan tindakan hukum bagi aparat dan juga perhatian khusus dari pemerintah.

Arifsyah menilai, aparat penegak hukum tidak proaktif untuk menindak para penebang liar. Malah mereka terkesan abai dari adanya kepentingan korporasi. 

img
Achmad Al Fiqri
Reporter
img
Tito Dirhantoro
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan