Banjir dan tanah longsor yang terjadi di Kota Batu, Jawa Timur, Kamis (4/11) disebabkan oleh kawasan resapan air di Gunung Arjuna yang gundul. Kawasan tersebut berubah dari kawasan vetiver (akar wangi) menjadi perkebunan semusim.
Alih fungsi lahan ini menyebabkan perubahan ekologis yang sangat fatal. Pasalnya tanaman vetiver merupakan tipe tanaman berakar keras yang mampu mencegah longsor dan menyerap air, sementara tanaman perkebunan memiliki karakteristik sebaliknya.
"Hasil sementara survei udara daerah hulu dan hilir menunjukkan ada banyak kawasan aliran air di lereng Gunung Arjuna yang tersumbat akibat longsor dari lahan gundul," ujar Plt. Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Abdul Muhari, dalam konferensi pers virtual di jaringan Youtube BNPB Indonesia, Sabtu (6/11) sore.
Dia melanjutkan, penyumbatan tersebut menyebabkan banjir bandang lantaran air tidak mengalir di tempat yang semestinya. Padahal, tingkat risiko longsor di lereng Gunung Arjuna, menurut analisis BNPB, berada di tataran sedang hingga tinggi.
Di kawasan hulu, katanya, ada daerah yang disebut oleh warga setempat sebagai kali mati, yakni kawasan yang tetap kering jika intensitas hujan terpantau kecil hingga sedang. Sayangnya, kali mati ini terpantau diterjang banjir karena alih fungsi lahan dari tanaman penyangga ke tanaman perkebunan. BNPB mencatat di sepanjang lereng Arjuna terdapat enam alur lembah sungai dengan tujuh punggungan.
“Sayangnya, di bawah alur lembah sungai ada aliran air yang sisi tebingnya terjal namun tidak dilindungi vegetasi berakar kuat yang bisa mengikat tanah dan menyimpan air. Dengan demikian, terjadi longsor kecil yang kemudian menjadi bendung alam di aliran-aliran sungai tadi. Bendung berukuran kecil kemudian jebol, dan menyebabkan banjir lumpur,” ungkap Abdul.
Kondisi serupa juga terpantau di kawasan hilir aliran air. Di hilir, sepanjang bantaran sungai terpantau banyak perkebunan semusim. Hujan dengan intensitas tinggi akan melelehkan lahan karena akar tanaman semusim tidak mengikat tanah. Debit air dari hulu yang sangat besar akan menambah kontribusi sedimen sehingga lumpur yang terbawa menjadi lebih banyak.
Kendati demikian, BNPB belum dapat mengidentifikasi aktor-aktor di balik alih fungsi lahan ini. Selanjutnya, imbuh Abdul, lembaganya akan berkoordinasi dengan kementerian terkait termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk mengetahui jenis zona yang digunakan guna alih fungsi lahan.
“Apakah itu masuk kawasan pemanfaatan atau kawasan perlindungan, kami belum bisa menyatakan lebih lanjut,” kata Abdul.
Setelah mengetahui permasalahan ini, Wali Kota Batu, Dewanti Rumpoko, bakal mencanangkan beragam langkah pemulihan. Terlebih La Nina yang terjadi pada 2021 bakal memicu hujan dengan intensitas tinggi.
Dewanti menyebut, setelah ini akan ada gerakan susur sungai oleh instansi yang berpengalaman untuk melihat titik potensi sumbatan aliran air dari kawasan hulu. Pemerintah juga akan membersihkan sisa-sisa pohon tumbang yang berpotensi menghambat aliran air, serta menanam pohon keras berakar kuat di pinggir atas lereng tebing terutama di pinggir kawasan kebun semusim. Langkah lainnya adalah menghindari pemanfaatan lereng jalur lembah sungai untuk pemanfaatan kebun semusim, menanam akar wangi di lereng terjal kurang dari 30 derajat, serta mempersiapkan kesiapsiagaan berbasis masyarakat.