Kejaksaan Agung (Kejagung) membantah adanya penetapan tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan kegiatan usaha komoditi emas tahun 2010 sampai dengan 2022.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana mengatakan, penetapan tersangka dalam kasus ini belum dilakukan. Penyidik masih berproses untuk melakukan upaya lainnya.
"Belum ada (penetapan tersangka). Kalau sudah ada infonya kan saya kabarin," kata Ketut saat dikonfirmasi, Jumat (9/6).
Informasi penetapan tersangka ini sebelumnya diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD.
Ketut meragukan pernyataan Mahfud tersebut. Ia bahkan mempertanyakan asal muasal Mahfud dapat informasi tersebut. Sebab, dirinya pun tidak mengetahui penetapan tersangka itu.
"Pak Menko (Mahfud MD) dapat infonya dari mana?" ujar Ketut.
Sebelumnya, Mahfud MD memastikan kasus dugaan korupsi komoditi emas sudah memiliki nama tersangka. Kasus ini masuk dalam penanganan penyidik di Kejagung.
Mahfud mengatakan, perkiraan nilai kerugian negara itu lebih besar dari penaksiran awal penyidik yakni sebesar Rp47,1 triliun. Sementara angka kerugiannya mencapai Rp49 triliun dari penihilan importasi emas tersebut.
"Kasus di Bandara Soekarno-Hatta itu, importasi emas yang di-nol-kan bea cukainya di kepabean. (Kasusnya) sudah di Kejaksaan Agung, sudah disita, dan sudah jadi tersangka," kata Mahfud di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jumat (9/6).
Diketahui, penyidik menemukan sejumlah petunjuk dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan kegiatan usaha komoditi emas tahun 2010 sampai dengan 2022. Sejumlah petunjuk itu telah membangun konstruksi hukum dalam kasus ini.
Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus Kejagung, Febrie Adriansyah sebelumnya mengatakan, penyidik menemukan faktor pertama, yaitu proses ekspor-impor. Kini penyidik akan mencari keabsahan komoditas yang masuk maupun keluar.
“Yang jelas ada kegiatan ekspor-impor. Nah, ekspor-impor itu sedang didalami oleh penyidik dalam proses masuk dan keluarnya suatu keabsahan barang,” kata Febrie kepada Alinea.id, Senin (22/5) malam.
Kasus ini bermula saat Komisi III DPR mengungkap adanya skandal impor emas yang merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah, dalam rapat kerja Komisi III dengan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, Senin (14/6/2021). Diduga, delapan perusahaan melakukan pencucian emas dan manipulasi agar lolos dari pajak.
Atas hal tersebut, Kejagung lalu melakukan tindak lanjut.