Direktorat Tindak Pidana siber mengungkap prostitusi siber melalui website www.lendir.org pada akhir bulan Mei lalu. Dua tersangka ditangkap Polisi dengan inisial NMH (34) sebagai pembuat website dan EDL (29) sebagai pembuat konten pornografi.
Website yang menampilkan cerita dewasa, gambar dan video porno, serta jasa eksploitasi seksual, rupanya melibatkan anak-anak yang berasal dari Bandung. Saat ini, korban dijadikan saksi oleh polisi.
Kasubid I Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Kombes Pol Dani Kustoni menjelaskan, korban bahkan berusia 16 tahun dan diamankan oleh polisi saat berada di hotel. Korban direkrut secara langsung oleh pelaku.
Situs berkonten pornografi tersebut telah eksis sejak tahun 2012. Bahkan, memiliki anggota forum sekitar 150.000 anggota. Kedua tersangka mengaku para pelanggan memesan korban yang berusia 30 tahun ke atas.
Biasanya, para pelanggan memesan melalui chating kemudian mentransfer uang muka. Sesampainya di lokasi, pelanggan baru melakukan pelunasan. Para mucikari pun menggunakan modus menarik pelanggan dengan memajang foto para korban menggunakan seragam SMA.
“Ketika kami geledah, seragam tersebut kita temukan. Namun, semua tergantung permintaan kliennya. Apabila menginginkan seragam, maka akan dibawa oleh korban,” terang Kombes Dani pada Jumat (8/6).
Saat ditanya, NMH mengaku website tersebut untuk tujuan konten dewasa. Dalam tiga bulan, ia sudah meraup keuntungan sebanyak Rp 108 juta, sedangkan mucikarinya mendapat Rp 116 juta per tiga bulan.
Keuntungan itu didapat tidak hanya dari para pelanggan, tetapi juga dari iklan-iklan porno yang dipasang pada situs tersebut. Sebagai informasi, harga iklan per tiga bulan mulai dari Rp 6 sampai Rp 20 juta.
Dalam kasus ini, kedua tersangka dijerat pasal berbeda. NMH dijerat pasal tindak pidana pencucian uang, tindak pidana informasi dan transaksi elektronik, pemberantasan tindak pidana perdagangan orang, pornografi dengan hukuman maksimum 20 tahun penjara dan denda maksimum Rp 10 miliar. Sedangkan EDL dijerat pasal tindak pidana perdagangan orang, tindak pidana pornografi, tindak pidana informasi dan transaksi elektronik dengan maksimum hukuman 15 tahun penjara dan denda maksimum Rp 6 miliar.
Menanggapi hal ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menyadari pornografi anak dan prostitusi sudah semakin marak di media online. KPPPA meminta agar para pelaku dihukum seberat-beratnya.
“Ini menyebabkan kerusakan otak anak sebagai generasi penerus bangsa dan tidak bisa tolerir lagi. Pelaku harus diberikan hukuman yang setimpal,” ujar Deputi Perlindungan Anak dalam Situasi Darurat dan Pornografi, Valentina Ginting.