Kepala satuan tugas (Kasatgas) nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) penyidikan perkara suap bantuan sosial Covid-19 Jabodetabek 2020 Andre Dedy Nainggolan, mengatakan dalam proses penyidikan menemukan ada perusahaan penyedia bansos yang nilai per paketnya Rp180.000. Padahal, nilai seharusnya per paket bansos adalah Rp270.000.
Nilai tersebut didapatkan setelah dikurangi distribusi dan goodie bag yang masing-masing Rp15.000. Bahkan, dugaannya bisa lebih rendah dari Rp180.000 per paket.
"Setidaknya ada Rp90.000 per paket sudah hilang nilainya. Kalau kita kalikan dengan jumlah seluruhnya itu bisa sampai Rp2 triliun," katanya saat diskusi virtual, Selasa (6/7).
Lebih lanjut, Andre mengatakan, nilai dakwaan suap mantan Menteri Sosial Juliari P Batubara sekitar Rp32 miliar sangatlah kecil. Dia menyatakan, angka itu bahkan tidak sampai 0,5% dari anggaran bansos sembako Jabodetabek 2020 yang sekitar Rp6,8 triliun.
"Itu hanya bagian suap. Dan itu hanya yang berkaitan yang kami (KPK) ungkap. Hanya sebagian kecil dari pemberi. Bayangkan yang mencapai di Menteri Sosial itu sendiri, itu tidak seluruhnya dari 109 penyedia," ucapnya.
Terkait 109 perusahan penyedia bansos, Andre menyampaikan, ada pengelompokan terhadap mereka. "Ada kelompok yang dikoordinir oleh pejabat legislatif, yang dikoordinir oleh Juliari sendiri, dan pejabat Kementerian Sosial (Kemensos)," katanya.
Merujuk dugaan dari pengelompokan tersebut, sambung Andre, terkaan suap kepada Juliari hanya sebagian kecil. Menurutnya, dugaan itu lantaran setiap penyedia menyetor ke koordinatornya masing-masing.
"Penyedia barang yang berada dalam koordinir kelompok yang saya sebutkan, itu tidak dipatok nilainya sekian persen untuk diberikan kepada menteri sosial atau Kemensos. Dia (penyedia) memberikan setorannya kepada koordinatornya. Dia hanya memberikan seperti 'uang rokok' kepada pejabat Kemensos sebagai uang operasional Kemensos dan Mensos," ucapnya.
Oleh karena itu, Andre berpendapat, yang baru berhasil diungkap KPK dalam korupsi bansos hanya sebagian kecil. Dia mengakui berutang mengungkap kasusnya, tetapi niat melunasi terkendala lantaran termasuk 75 pegawai yang dinonaktifkan karena dinyatakan tak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK).
"Saya berutang untuk mengungkap kasus ini semua, tetapi kondisi memang tidak menguntungkan juga, karena saya bagian dari 75 (pegawai yang dinonaktifkan)," ucapnya.
Diketahui, Juliari didakwa menerima suap Rp32,4 miliar. Menurut jaksa, duit bersumber dari penyedia bantuan sosial penanganan Covid-19 di Kemensos pada 2020. Juliari, disebut terima beselan melalui pejabat pembuat komitmen atau PPK Matheus Joko Santoso dan kuasa pengguna anggaran (KPA) Adi Wahyono.
"Terdakwa melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso menerima uang sebesar Rp1,28 miliar dari Harry van Sidabukke dan Rp1,95 miliar dari Ardian Iskandar Maddanatja, serta uang Rp29,25 miliar atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut," kata jaksa.