DPR bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tengah mengkaji instrumen kelulusan siswa pengganti ujian nasional (UN). Mengingat penyebaran pandemi coronavirus (Covid-19) hingga kini belum menemui "titik terang".
"(Sedang) disiapkan berbagai opsi untuk menentukan metode kelulusan siswa. Salah satunya, dengan nilai kumulatif dalam rapor," ujar Ketua Komisi X DPR, Syaiful Huda, di Jakarta, Senin malam (23/3).
Langkah tersebut, dibahas dalam rapat konsultasi secara daring (online). Diikuti Komisi X DPR dan Kemendikbud. Setelah menyepakati peniadaan UN dari tingkat sekolah dasar (SD) hingga menengah atas (SMA).
Penyebaran SARS-CoV-2 di Tanah Air kian masif, alasannya. Sebab, jadwal UN SMA dijadwalkan berlangsung pekan depan. Sedangkan sekolah menengah pertama (SMP) dan SD, paling lambat akhir April 2020.
"Penyebaran wabah Covid-19 diprediksi akan terus berlangsung hingga April. Jadi, tidak mungkin kami memaksakan siswa untuk berkumpul. Melaksanakan UN," tutur Huda.
Selain nilai kumulatif rapor, ujian sekolah berstandar nasional (USBN) menjadi opsi lain pengganti UN. Namun, hanya diambil kala sekolah dianggap bisa melaksanakannya secara daring.
"Kami sepakat, bahwa opsi USBN ini hanya bisa dilakukan jika dilakukan secara daring. Karena pada prinsipnya, kami tidak ingin ada pengumpulan siswa secara fisik di gedung-gedung sekolah," kata dia.
Apabila USBN via daring juga tak bisa dilaksanakan, Komisi X dan Kemendikbud bersepakat, mengambil opsi terakhir. Metode kelulusan menimbang nilai kumalatif siswa selama belajar di sekolah.
Misalnya, kelulusan siswa SMA dan SMP merujuk nilai kumalatif mereka selama tiga tahun belajar. Pun juga untuk siswa SD, kelulusan akan ditentukan dari nilai kumulatif selama enam tahun mereka belajar.
"Nanti, pihak sekolah akan menimbang nilai kumulatif yang tercermin dari nilai rapor. Dalam menentukan kelulusan seorang siswa. Karena semua kegiatan kulikuler atau ekstrakulikuler siswa terdokumentasi dari nilai rapor," ujarnya.