Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) dan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) diminta memantau dan mengkaji rencana Jepang membuang 1,25 juta ton limbah cair radioaktif dari air pendingin bekas PLTN Fukushima ke laut.
"Indonesia harus waspada atas rencana pembuangan limbah nuklir Jepang ini karena resiko kemungkinan mengalirnya limbah radioaktif tersebut masuk ke dalam wilayah perairan Indonesia bersama dengan dinamika arus laut tetap terbuka," ujar Anggota Komisi VII DPR, Mulyanto, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (15/4).
"Bila ini terjadi, maka pengaruh radioaktif lingkungan melalui jalur kritis rantai makanan dapat masuk ke dalam tubuh dan memberikan paparan radiasi internal kepada masyarakat. Hal ini tentu harus kita hindari," sambung dia mengingatkan.
Selian itu, BATAN dan BAPETEN diminta memberi masukan kepada pemerintah untuk memitigasinya. Alasannya, letak Indonesia tidak terlalu jauh dengan "Negeri Matahari Terbit" secara geografis, sekalipun otoritas setempat mengklaim limbah akan diolah hingga mencapai baku mutu dan diukung Badan Tenaga Nuklir Internasional (IAEA) sebelum dibuang ke laut.
"Kita tahu Jepang termasuk negara yang cukup hati-hati dalam mengelola program nuklirnya. Karena itu, sikap kita harus objektif, proporsional sesuai dengan tingkat kepentingan nasional kita," kata Mulyanto.
Pemerintah Jepang telah menyusun kebijakan dasar untuk membuang air olahan limbah nuklir Fukushima ke laut dalam dua tahun ke depan setelah memastikan tingkat keamanannya. Operator pembangkit listrik Tokyo Electric Power Company Holdings Inc (Tepco) dilaporkan, membutuhkan waktu sekitar dua tahun untuk benar-benar dapat membuang air radioaktif itu ke laut.
Rencana ini didukung IAEA dengan mengatakan, pelepasan tersebut mirip proses pembuangan air limbah dari PLTN lainnya. Air yang mengandung tritium sebenarnya secara rutin dilepaskan pembangkit nuklir di seluruh dunia karena tidak mengeluarkan energi yang cukup untuk menembus kulit manusia dan dianggap relatif tak berbahaya.
PLTN Fukushima adalah reaktor nuklir yang rusak akibat gempa dan tsunami pada 2011. Limbah cair sebanyak lebih dari 1 juta ton tersebut berasal dari air pendingin reaktor, air hujan, dan tanah yang merembes setiap hari dan hanya menyisakan tritium, isotop radioaktif hidrogen yang sulit dipisahkan dari air.