close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ibu kandung Yusuf Kardawi, Endang Yulida (tengah berkerudung), mengadukan kasus kematian anaknya kepada anggota Komisi III di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (10/12). Foto Ist.
icon caption
Ibu kandung Yusuf Kardawi, Endang Yulida (tengah berkerudung), mengadukan kasus kematian anaknya kepada anggota Komisi III di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (10/12). Foto Ist.
Nasional
Selasa, 10 Desember 2019 15:45

Di depan anggota DPR, ibunda Yusuf Kardawi meratapi nasib

"Batu sebesar apa yang bisa menghancurkan kepala Yusuf sampai pendarahan?"
swipe

Isak tangis mewarnai pertemuan antara perwakilan anggota Komisi III DPR RI dan Endang Yulida di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (12/10). Kepada anggota DPR, ibu kandung Yusuf Kardawi itu mengeluhkan kasus kematian putranya tidak diusut serius. 

"Kenapa anak saya Yusuf dianaktirikan kasusnya. Tidak ada progres sama sekali yang saya dapatkan," kata Endang kepada Wakil Ketua Komisi III Desmond J. Mahesa. 

Yusuf merupakan salah satu mahasiswa yang tewas dalam aksi unjuk rasa menolak revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) di Kendari, Sulawesi Tenggara (Sulteng). Selain Yusuf, Imawan Randi juga turut menjadi korban dalam peristiwa tersebut. 

Endang mengatakan telah memperjuangkan keadilan bagi anaknya ke Polda Sulteng. Dia bercerita dua kali bertemu Kapolda Sulteng setelah mendapatkan kabar bahwa kasus kematian anaknya telah ditangani Mabes Polri.

Menurut Endang, Kapolda Sulteng mengklaim tidak ada perlakuan berbeda terhadap kasus Yusuf dan Randi. Dalam salah satu pertemuan, Kapolda mengatakan, kasus Yusuf lamban terungkap karena kurangnya saksi-saksi.

"Saya bilang kasus sudah nasional, ditangani oleh Mabes Polri. Kok lamban? Dia (Kapolda) jawab, 'Bukti yang kami dapatkan di TKP adalah batu.' Anak kami Yusuf, katanya, meninggal karena akibat benda tumpul," tutur Endang sembari terisak.

Jawaban Kapolda tidak memuaskan Endang. Ia mengaku sulit percaya Yusuf tewas hanya karena dipukul menggunakan batu. "Pertanyaan saya lagi, apakah di TKP hanya batu? Apa tidak ada benda lain semacam yang dipegang polisi itu? Artinya pentungan atau senjata atau apa? Apa di TKP hanya batu. Batu sebesar apa yang bisa menghancurkan kepala Yusuf sampai pendarahan?" ujarnya.

Saat mengadukan nasibnya Endang didampingi keluarga Randi dan sejumlah aktivis HAM. Endang mengatakan, hingga kini ia tidak bisa menerima kematian putranya yang baru berusia 19 tahun itu. Apalagi, pembunuh putranya masih belum terungkap. 

"Caranya yang saya tidak terima, sadis. Sembilan belas tahun, Pak, saya membesarkan dia, merawat dia. Dengan hitungan jari, dia membunuhnya. Di mana keadilan untuk saya, Pak? Di mana? Yusuf anak pertama saya, anak kebanggaan saya dan menjadi tumpuan harapan saya. Yang akan menjaga saya dan akan merawat adik-adiknya, seketika hilang, Pak," kata Endang. 

Setelah mendengar aduan Endang dan keluarga Randi, Desmond menyatakan, Komisi III prihatin dengan nasib mereka. Ia pun berjanji akan menyampaikan keluhan mereka kepada Kapolri Idham Azis sehingga kasus kematian Yusuf dan Randi mendapatkan atensi serius.

"Saya akan sampaikan ke Pak Idham agar ini diatensi dengan baik. Tapi, kalau soal hukuman, ini wilayah pengadilan. DPR tidak punya wewenang dalam hal ini. Saya terima dulu aduan bapak dan ibu sekalian ini," ujar politikus Gerindra ini.

Sebelumnya, Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara telah menetapkan Brigadir Abdul Malik sebagai tersangka pembunuh Randi. Malik merupakan satu dari enam polisi yang sebelumnya berstatus terperiksa dan melanggar disiplin karena membawa senjata api pada saat mengamankan aksi demonstrasi di Kendari. 

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan