close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi pasien Covid-19 di rumah sakit. Alinea.id/Debbie Alyuwandira
icon caption
Ilustrasi pasien Covid-19 di rumah sakit. Alinea.id/Debbie Alyuwandira
Nasional
Rabu, 16 Februari 2022 15:06

Bayang-bayang kolapsnya faskes di tengah amuk Omicron 

Tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit khusus pasien Covid-19 di sejumlah daerah terus merangkak naik dalam beberapa pekan terakhir.
swipe

Menenteng plastik berisi buah-buahan, Rully Pratama, 20 tahun,  menyambangi Hotel Yasmin, Karawaci, Kabupaten Tangerang, Banten, Senin (14/2) siang. Bertepatan dengan hari Valentine, ia bermaksud memberi kejutan kepada kekasihnya yang saat itu tengah menjalani isolasi akibat terinfeksi virus SARS-Cov-2.

Saat berbincang dengan Alinea.id di hotel itu, raut muka Rully terlihat cemas. Ia khawatir kekasihnya tak mendapat pelayanan maksimal. Keresahan itu muncul lantaran Rully dan kekasihnya sempat harus menunggu lama sebelum mendapat ruang isolasi.  

“Jadi, hari Kamis (10/2) coba swab ke puskesmas dekat rumah. Hasilnya positif. Terus disuruh nunggu sama pihak puskesmas. Katanya, akan ditempatkan di ruang isolasi terpusat. Tetapi, baru dapat kabar lagi di hari Jumat. Jadi, kita nunggu seharian di rumah,” ucap Rully. 

Rully mengatakan ia sempat berang saat menanti kekasihnya mendapat ruang perawatan. Ketika itu, ia takut keluarga kekasihnya ikut terpapar SARS-Cov-2. “Seharusnya, supaya lebih aman, ketika keluar hasil tesnya positif, ya, langsung hari itu juga dirujuk,” imbuh dia. 

Sejak awal pandemi, Hotel Yasmin merupakan salah satu hotel yang dialihfungsikan menjadi pusat isolasi mandiri bagi pasien Covid-19. Untuk masuk jadi penghuni, pasien Covid-19 di seantero Kabupaten Tangerang perlu mendapat rujukan dari puskesmas setempat. 

Menurut salah satu petugas keamanan di hotel itu, stok ruang isolasi terus menipis sejak awal Februari. Ia menyebut pasien yang ingin menginap di Hotel Yasmin harus rela mengantre. 

"Kalau mau isolasi, kan, dilihat dari kamar yang kosong ada atau enggak. Kalau ruangan penuh semua, enggak bisa,” ucap pria yang enggan dikutip namanya itu kepada Alinea.id

Pekan lalu, Hotel Yasmin sempat dilaporkan menampung pasien positif Covid-19 melebihi kapasitasnya. Ketika itu, tercatat ada 269 pasien yang menginap di Yasmin. Padahal, hanya 240 ruangan yang ditetapkan sebagai ruang isolasi mandiri. 

Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Kabupaten Tangerang, Hendra Tarmizi membenarkan sempat terjadi lonjakan jumlah pasien positif Covid-19 yang masuk Hotel Yasmin sejak awal Februari. 

Untuk mengantipasi hal serupa terjadi, menurut Hendra, Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang telah menambah kapasitas ruang isolasi di hotel tersebut. 

"Sebelumnya kan ada 240 kamar dan tempat tidur. Akhirnya, kebijakan Kepala Dinkes itu ditambah menjadi 400 tempat tidur,” ujar Hendra saat dihubungi Alinea.id, Senin (14/2).

Dengan tambahan kapasitas itu, tingkat keterisian tempat tidur (bed occupancy ratio/BOR) Hotel Yasmin kini turun jadi 77%. Angka itu tergolong tinggi jika dibandingkan (BOR) Kabupaten Tangerang yang baru mencapai 27%. Pemkab Tangerang menyiapkan 1.300 tempat tidur untuk pasien Covid-19. 

Petugas mengendarai ambulans berisi pasien memasuki RSD Covid-19 di Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta, Selasa (24/3/2020). Foto Antara/Aditya Pradana Putra

Terancam kolaps? 

Dipicu kemunculan varian Omicron di Indonesia, jumlah kasus positif Covid-19 kembali merangkak naik dalam beberapa pekan terakhir. Kasus harian Covid-19, sebagaimana dinukil dari data yang dirlis Kementerian Kesehatan, bahkan memecahkan rekor, Selasa (15/2) lalu. 

Pada hari itu, tercatat ada tambahan 57.049 pasien positif Covid-19. Angka tersebut melampaui rekor jumlah kasus harian pada gelombang kedua Covid-19 yang melanda Juli lalu, yakni tambahan 56.757 kasus per hari. 

Seturut itu, BOR di rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang ditetapkan pemerintah sebagai pusat isolasi pasien juga naik. Berbasis data Kemenkes per 15 Februari, setidaknya ada tiga provinsi yang BOR tempat tidur rumah sakitnya mendekati angka 50%, yakni Banten (48%), Jawa Barat (47%), dan Bali (46%). 

Pusat-pusat isolasi pasien Covid-19 resmi yang ditetapkan pemerintah di ketiga provinsi itu juga terus mencatat kenaikan jumlah penghuni. Dicatat dari data yang sama, BOR ruang isolasi Banten mencapai 50%, Jawa Barat sebesar 49%, dan Bali sekitar 47%. Adapun di DKI Jakarta, BOR rumah sakit menyentuh angka 50%, sedangkan BOR ruang isolasi mencapai 51%. 

Relawan LaporCovid-19 Hana Syakira mengatakan warga mulai kembali mengeluhkan sulitnya mengakses ruang perawatan bagi pasien Covid-19. Sejak awal Februari, tercatat sudah ada lima laporan dari warga yang masuk ke LaporCovid-19. 

Salah satu laporan diterima pada 8 Februari. Ketika itu, pasien meminta bantuan untuk dicarikan ruang ICU di rumah sakit. Pelapor mengaku sudah berulang kali ditolak rumah sakit rujukan yang ditetapkan pemerintah. 

“Kami coba bantu cari ruang ICU dengan ventilator di 12 RS. Tetapi, pada 9 Februari pukul 9.20 WIB, warga dinyatakan meninggal,” ujar Hana saat dihubungi Alinea.id, Selasa (15/2).

Empat aduan lainnya terkait sulitnya warga mengakses tempat isolasi terpusat. Tiga laporan datang dari warga DKI Jakarta dan satu lainnya dari Bekasi, Jawa Barat. Menurut Hana, aduan jenis itu mengindikasikan prosedur isolasi terpusat belum sepenuhnya dipahami warga. 

“Mungkin informasi yang dilakukan pemda masing-masing masih belum maksimal. Kalau mau dirujuk (isolasi terpusat) kan harus ada syarat surat keterangan dari puskesmas atau fasyankes. Tetapi, sepertinya masyarakat kurang tahu hal itu,” ucap Hana.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (Dirjen P2P) Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan BOR rumah sakit dan pusat isolasi resmi pemerintah masih dalam batas aman. Jumlah kasus Covid-19 yang naik signfikan cenderung masih bisa diantisipasi. 

“(Tingkat BOR saat ini) belum kapasitas maksimal. Rata-rata masih 40-50% dari kapasitas seharusnya. Total kapasitas 140.000, tetapi saat ini baru sekitar 82.000,” ujar Nadia saat dihubungi Alinea.id di Jakarta, Selasa (15/2).

Berbeda dengan gelombang pandemi pada era varian Delta, kebanyakan pasien Covid-19 yang terinfeksi Omicron tak bergejala berat dan tak perlu dirawat di rumah sakit. Selain didampingi petugas puskesmas setempat, Kemenkes menyiapkan layanan telemedicine bagi mereka yang menjalani isolasi mandiri. 

“Jadi, adanya layanan isolasi terpusat (umumnya hanya dimanfaatkan) untuk masyarakat dengan kondisi rentan seperti warga lansia (lanjut usia), (penyandang) komorbid, dan kondisi lainnya,” tutur Nadia.

Senada, juru bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menilai BOR rumah sakit dan pusat isolasi resmi yang ditunjuk pemerintah masih tergolong rendah. Ia optimistis lonjakan kasus Covid-19 varian Omicron masih mampu diatasi pemerintah. 

“Perhitungan BOR yang ada sekarang sepertinya belum menggambarkan kapasitas bed terpasang untuk rujukan Covid yang sama dengan masa sebelumnya. Kalau menggunakan jumlah bed yang sama saat gelombang kedua, maka BOR RS masih rendah,” ucap dia kepada Alinea.id, Senin (14/2).

Petugas kesehatan memeriksa alat kesehatan di ruang IGD RS Darurat Penanganan Covid-19 Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta, Senin (23/3/2020)./Foto Antara/Hafidz Mubarak.

Harus diwaspadai 

Epidemiolog dari Universitas Airlangga (Unair) Laura Navika Yamani mengingatkan agar pemerintah tetap waspada menyikapi gelombang ketiga pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia. Apalagi, grafik kenaikan jumlah kasus positif Covid-19 menunjukkan pandemi gelombang teranyar ini bakal mencapai puncaknya. 

“Tetapi, ini warning (peringatan). Dikatakan upaya pemerintah itu kurang ketat karena kita lihat BOR faskes itu masih separuh, ya. Jadi, warning iya, tetapi sudah harus dimonitor,” ujar Laura saat dihubungi Alinea.id, Selasa (15/2).

Menurut Laura, pemerintah harus menyiapkan sejumlah strategi untuk mengantisipasi potensi faskes penanganan Covid-19 kolaps, semisal dengan membatasi mobilitas warga dan mengetatkan pengawasan kepatuhan warga terhadap protokol kesehatan. Namun, ia meyakini pemerintah tak akan lagi mengambil langkah drastis. 

"Dengan kondisi ini, pemerintah sudah tidak bisa melakukan kebijakan secara global. Kebijakan harus dilihat, misalnya, daerah mana yang dari epidemilogi itu perlu ditindaklanjuti dengan serius. Kalau kasus meningkat dan BOR meningkat, itu tentu menjadi alarm bahwa kasus Covid-19 serius untuk ditangani,” ujar Laura.

Infografik Alinea.id/Aisya Kurnia

Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman sepakat pemerintah perlu bersiap untuk situasi yang terburuk. Ia meyakini jumlah kasus positif Covid-19 tak akan melandai dalam waktu dekat. Apalagi, masyakarakat dirasa kian abai terhadap protokol kesehatan dan surveilance pemerintah terus mengendor. 

“Pastikan dalam menentukan sistem isoman dan isolasi terpusat ini. Apa sudah siap fasilitasnya? Ini yang harus diperbaiki. Tentu dari sisi fasilitas kesehatannya juga harus support, baik itu dari aspek kelengkapan obat, oksigen, dan lain-lain. Kalau tidak siap, ya tidak bisa tertangani. Ujungnya, nanti kematian yang banyak.” ujar Dicky kepada Alinea.id, Senin (14/2). 

Meskipun BOR rumah sakit masih aman, Dicky berharap pemerintah menyusun strategi untuk mengantisipasi lonjakan kasus. Dengan begitu, fasilitas kesehatan yang disiapkan untuk pasien Covid-19 tidak akan kelimpungan saat kondisi darurat. 

“Perkuat 3T (testing, tracing, treatment). Deteksi dini itu menjadi tetap, cakupan vaksinasi dua dan tiga dosis itu harus dikejar bahkan pada populasi umum. Jangan serba terburu-buru (mengambil kebijakan) karena ini menyangkut nyawa banyak orang,” terang Dicky.


 

img
Achmad Al Fiqri
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan