Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) kembali membuka beasiswa untuk 25.000 orang pada tahun ini.
Tenaga Ahli Menteri Bidang Literasi Digital dan Tata Kelola Internet Kemenkominfo Donny B. Utoyo mengatakan beasiswa digital talent tahun ini jauh lebih banyak dari sebelumnya.
"Kominfo tahun lalu (2018) sudah memberikan beasiswa kepada 1.000 orang, dan tahun 2019 akan 25.000 orang. Kasih beasiswa untuk pelatihan satu sampai tiga bulan, bicara tentang industri 4.0, cyber security, cloud computing, big data analytics, artificial intelligence, digital business, dan lain sebagainya," ujarnya saat menghadiri talkshow bertajuk Infrastruktur Digital & Reforma Agraria di Cafe Nusa Kopi, Gandaria, Jakarta Selatan, Rabu (20/2).
Menurut Donny, program digital talent scholarship merupakan upaya mewujudkan infrastruktur digital termasuk dalam ekosistem pembangunan. Donny menjelaskan, dalam Kominfo, program tersebut tergolong bagian dari infrastruktur digital yang bertujuan untuk mendukung keberhasilan industri 4.0.
"Kalau di Kementerian Kominfo, kami melihatnya dalam apa yang kita singkat sebagai DNA+T (Device, Network, Aplikasi, dan Talent)," imbuhnya.
Menurut Donny, apabila berbicara device, tentunya berkaitan dengan regulasi yang mengatur infrastruktur digital yang sampai ke tangan pengguna. Terutama ponsel, menurutnya harus memiliki keberpihakan kepada Indonesia, yang taget minimumnya dipatok 20%. Jika terkait network, Donny mencontohkan Presiden Jokowi yang mengistilahkannya dengan sebutan Palapa Ring.
Adapun terkait aplikasi, Donny menjelaskan upaya untuk memajukan start-up dan mendorong kemajuan unicorn-unicorn Indonesia. Sedangkan talent, menurutnya berhubungan dengan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang mampu menyokong industri 4.0.
Nantinya, Kominfo akan mengadakan edukasi terkait DNA+T dan infrastruktur digital ke kampus-kampus. Harapannya, kekuatan ekonomi digital Indonesia akan mencapai Rp135 triliun pada 2020.
Menurut dia, jumlah tersebut akan menjadi kekuatan digital ekonomi terbesar di Asia Tenggara. Sebab, kata dia, dari 50% transaksi e-commerce di Asia Tenggara terjadi di Indonesia.
Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur digital diperlukan untuk mendukung transaksi e-commerce yang besar itu.