close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Anggota Komisi VI DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) I Nyoman Dhamantra mengenakan rompi tahanan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (9/8). / Antara Foto
icon caption
Anggota Komisi VI DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) I Nyoman Dhamantra mengenakan rompi tahanan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (9/8). / Antara Foto
Nasional
Kamis, 03 Oktober 2019 00:31

Bekas anggota DPR dari PDIP harus dipenjara lebih lama

Mantan Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDIP I Nyoman Dharmantra harus mendekam lebih lama di balik jeruji besi.
swipe

Mantan Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDIP I Nyoman Dharmantra harus mendekam lebih lama di balik jeruji. Pasalnya, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanannya selama sebulan ke depan.

Tak hanya Dharmantra, dua tersangka lainnya dari unsur swasta yakni Mirawati Basri dan Elviyanto, juga diperpanjang masa penahanannya. Perpanjangan masa penahanan itu dilakukan guna memudahkan penanganan perkara suap pengurusan izin impor bawang putih.

"Hari ini dilakukan perpanjangan selama 30 hari dimulai tanggal 7 Oktober 2019 hingga 5 November 2019 untuk tiga tersangka, Mirawati, Elviyanto, dan I Nyoman Dharmantra," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di kantornya Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (2/10).

Dalam mengusut kasus itu, KPK telah melakukan penggeledahan di 21 lokasi pada enam kota, mulai dari Jakarta, Bogor, Bekasi, Bandung, Solo, hingga Denpasar.

Dalam perkaranya, I Nyoman diduga telah dijanjikan fee dari pemilik PT Cahaya Sakti Argo (CSA) Chandry Suanda alias Afung guna memuluskan proses perizinan impor bawang putih tahun 2019 sebanyak 20.000 ton.

Adapun fee yang dijanjikan yakni sekitar Rp1.700 hingga Rp1.800 dari setiap kilogram bawang putih yang diimpor. Dalam kesepatakan tersebut, muncul angka untuk mengurus izin impor sebesar Rp3,6 miliar.

Namun, Afung tidak dapat membayar nilai kesepakatan tersebut secara tunai lantaran beberapa perusahaan yang ingin membeli kuota impor tersebut belum memberikan uang. Lantas, Afung berinisiatif untuk meminjam uang kepada Zulfikar.

Kemudian, Zulfikar meminjamkan uang kepada Afung dengan syarat bunga pinjaman yang dibayar jika impor terealisasi dengan nilai sebesar Rp100 juta per bulan. Tak hanya itu, Zulfikar juga meminta jatah dari setiap kilogram bawang putih yang berhasil diimpor sebesar Rp50.

Zulfikar pun merealisasikan pinjaman tersebut dengan nilai sebesar Rp2,1 miliar. Uang itu dikirimkan ke rekening Doddy. Kemudian, Doddy mengirimkan uang sebesar Rp2 miliar ke rekening money changer milik I Nyoman.

KPK menduga, uang itu digunakan untuk mengurus Surat Persetujuan Izin (SPI) di Kementrian Perdagangan. Setidaknya, uang untuk mengurus izin tersebut sebesar Rp2 miliar. Disisinyalir uang itu digunakan untuk mengunci kuota impor yang diurus atau istilah lainnya lock quota. Sementara, sisanya sebesar Rp100 juta akan digunakan Doddy untuk mengurus administrasi perizinan.

Sebagai pihak pemberi, Chandry, Doddy, dan Zulfikar disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan sebagai pihak penerima, I Nyoman, Mirawati, Elvitanto disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

img
Achmad Al Fiqri
Reporter
img
Sukirno
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan