close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Bekas Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Emirsyah Satar saat diperiksa KPK. / Antara Foto
icon caption
Bekas Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Emirsyah Satar saat diperiksa KPK. / Antara Foto
Nasional
Selasa, 29 Oktober 2019 20:33

Bekas direktur Garuda mangkir lagi dipanggil KPK

Mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., Hadinoto Soedigno mangkir dari panggilan pemeriksaan KPK.
swipe

Mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., Hadinoto Soedigno mangkir dari panggilan pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Padahal, keterangan Hadinoto dibutuhkan guna melengkapi berkas penyidikan mantan Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar.

Pelaksana harian (Plh) Kepala Pemberitaan dan Publikasi Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak mengatakan, dalih Hadinoto tak menghadiri pemeriksaan lantaran sakit. Namun, Yuyuk tidak dapat menyebutkan secara rinci bekas petinggi Garuda Indonesia itu mengidap penyakit apa.

"Pemeriksaan akan dijadwalkan ulang, namun belum ditentukan waktunya," kata Yuyuk, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (29/10).

Hadinoto merupakan tersangka ketiga yang ditetapkan oleh KPK dalam kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada Garuda Indonesia. Sebelumnya, lembaga antirasuah itu telah meningkatkan status penangan perkara terhada dua orang lainnya yakni Emirsyah Satar, dan mantan beneficial owner dari Connaught International Pte. Ltd., Soetikno Soedardjo. KPK juga belum menahan Hadinoto sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 7 Agustus 2019.

Dalam perkaranya, Hadinoto bersama Emirsyah, diduga kuat telah menerima sejumlah uang dari perusahaan manufaktur terkemuka asal Inggris Rolls Royce atas pembelian 50 mesin pesawat Airbus SAS pada periode 2005-2014, oleh PT Garuda Indonesia Tbk. Uang tersebut diberikan melalui Soetikno Soedardjo yang saat itu menjabat sebagai beneficial owner dari Connaught International Pte. Ltd.

Jumlah uang yang diberikan kepada Satar ditaksir mencapai Rp5,79 miliar. Uang itu disinyalir digunakan untuk membayar satu unit rumah yang berlokasi di Pondok Indah. Tak hanya itu, Emirsyah juga diduga menerima 680.000 dolar Singapura dan 1,02 juta euro yang dikirim ke rekening perusahaan miliknya di Singapura serta 1,2 juta dolar Singapura untuk pelunasan Apartemen di Singapura.

Sedangkan Hadinoto, diduga telah menerima uang sebesar 2,3 juta dolar Singapura dan 477.000 euro. Uang itu diberikan Soetikno dengan mengirimkan ke rekening Hadinoto yang berada di Singapura.

Atas perbuatannya, Emirsyah disangkakan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Sementara Hadinoto disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

img
Achmad Al Fiqri
Reporter
img
Sukirno
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan