Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan melimpahkan barang bukti dan berkas perkara penyidikan mantan Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia atau Perindo (Persero), Risyanto Suanda, ke tahap penuntutan. Risyanto merupakan tersangka suap kuota impor ikan untuk tahun 2019.
“Hari ini dilakukan pelimpahan berkas, barang bukti dan tersangka RSU (Risyanto Suanda), tersangka suap terkait Perum Perindo, ke penuntutan tahap 2," kata Plt Juru Bicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri, saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (20/1).
Fikri mengatakan, peradilan untuk Risyanto akan digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pada perkara itu, Risyanto diduga sebagai pihak penerima suap dari rekanan Perum Perindo.
Risyanto diduga kuat telah memberikan izin kepada PT Navy Asra Sejahtera (NAS). Izin itu dikeluarkan untuk mengambil jatah impor ikan Perum Perindo dengan kuota 250 ton yang telah disetujui Kementerian Perdagangan. Padahal, PT NAS telah masuk blacklist sejak 2009 lantaran telah melakukan impor ikan melebihi kuota yang ditetapkan.
Atas izin tersebut, Direktur PT NAS Mujib Mustofa diwajibkan untuk membayar kuota impor ikan itu sebesar US$30.000. Kemudian, Mujib juga diminta untuk menyerahkan uang tersebut kepada salah satu rekannya yakni Adhi Susilo.
Kendati mendapat jatah impor sebanyak 250 ton, PT NAS menyimpan jatah tersebut di gudang es milik Perum Perindo. Hal itu dilakukan untuk mengelabui otoritas bahwa seolah-olah yang melakukan impor ialah Perum Perindo.
Tak hanya itu, Risyanto bahkan menawarkan kembali jatah kuota impor ikan terhadap Mujib sebesar 500 ton pada 16 September 2019. Saat itu, Mujib menyanggupi tawaran tersebut dan langsung menyusun daftar kebutuhan impor ikan yang diinginkan.
Atas perjanjian tersebut, Risyanto dan Mujib menyepakati commitment fee sebesar Rp1.300 untuk setiap kilogram ikan Frozen Pacific Mackarel yang diimpor. Karena itu, KPK menetapkan Risyanto sebagai tersangka kasus dugaan suap kuota impor ikan bersama Mujib Mustofa pada Selasa (24/9).
Atas perbuatannya, Risyanto dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.