Bekas Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia atau Pelindo II (Persero), Richard Joost Lino (RJL), batal diperiksa sebagai tersangka. Menurut Pelaksana (Plt) tugas Juru Bicara bidang Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali Fikri, pemeriksaan ditunda karena Lino belum punya penasehat hukum.
"Informasi yang kami terima, yang bersangkutan akan segera menunjuk PH (penasehat hukum) yang akan mendampingi selama pemeriksaan sebagai tersangka," ujar Ali, Senin (29/3).
RJ Lino merupakan tersangka perkara dugaan korupsi proyek pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di PT Pelindo II 2010. Bekas Dirut Pelindo II itu ditetapkan sebagai tersangka sejak Desember 2015 dan baru ditahan sejak 26 Maret 2021.
Dalam kasusnya, dia diterka menunjuk langsung Wuxi Hua Dong Heavy Manchinery Co Ltd (HDHM) untuk mengerjakan proyek QCC Pelabuhan Panjang, Pelabuhan Palembang, dan Pelabuhan Pontianak. Namun, penunjukan perusahaan asal China itu diduga bermasalah.
Menurut KPK, dalam pembayaran uang muka Pelindo II terhadap HDHM, Lino diduga menandatangani berkas pembayaran tanpa tanda tangan persetujuan Direktur Keuangan. Jumlah uang muka yang dibayarkan US$24 juta yang dicairkan bertahap.
Lembaga antisuap memperoleh data dugaan kerugian keuangan negara dalam pemeliharaan tiga QCC sebesar US$22,828,94. Sementara untuk pembangunan dan pengiriman barang tiga unit QCC, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tak menghitung nilai kerugian negara yang pasti karena bukti pengeluaran riil HDHM atas pembangunan dan pengiriman tiga unit QCC tidak diperoleh.
Atas perbuatannya, Lino sangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.