Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, mewanti-wanti kepada jajarannya untuk mewaspadai ancaman terorisme dan konflik, akibat dari dinamika dan tantangan global, termasuk perang Israel-Hamas.
“Menghadapi dinamika tantangan global yang tentunya berimplikasi terhadap meningkatnya kejahatan, tertentu beberapa waktu yang lalu dampak dari perang Israel-Palestina, tentunya juga membangkitkan sel-sel yang terafiliasi dengan teroris dan mau tidak mau kita juga tentunya harus waspada,” kata Kapolri dalam keterangan resminya, Rabu (1/11).
Sebelumnya, Densus 88 Polri berhasil menangkap 57 orang yang terkait terorisme di beberapa wilayah Indonesia. Jendral Sigit mengatakan, hal ini harus di siapkan langkah-langkah agar agenda pemilu dan pembangunan dalam negeri dapat berjalan lancar. Tidak ada keterangan resmi apakah mereka juga merencanakan aksi terkait dengan solidaritas kepada Palestina.
Untuk diketahui, perang Hamas-Palestina pada tahun ini, diawali dari serangan yang tak terduga Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023. Pada perjalanannya, perang ini tidak lagi hanya menyeret Hamas dan Israel. Tetapi juga beberapa faksi di negara tetangga, seperti kelompok Hizbullah yang berbasis di Lebanon serta kelompok Houthi di Yaman.
Soal korban jiwa, Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas di Gaza mengatakan, lebih dari 8.700 orang telah tewas sejak pemboman balasan Israel dimulai.
Itulah sebabnya, perang tersebut diyakini bakal menimbulkan reaksi solidaritas dari seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Seperti apa solidaritas yang dimaksud? Pengamat intelejen dan keamanan dari UI Stanislaus Riyanta mengatakan, reaksi solidaritas tersebut bisa berbagai bentuk. Mulai dari aksi massa di sejumlah tempat yang dianggap melindungi kepentingan Israel seperti Kedutaan Besar AS, memberikan bantuan kemanusiaan, melakukan boikot sejumlah waralaba yang dimiliki orang Yahudi, hingga ikut menjadi jihadis.
Lantas apa hubungannya dengan terorisme di Indonesia? Dia menjelaskan, sebagian sel-sel teroris di Indonesia memiliki afiliasi dari kelompok terorisme asing. Misalkan saja, Jemaah Ansharut Tauhid (JAT) yang diduga berafiliasi dengan kelompok ISIS.
Aksi soldaritas tersebut, bisa jadi akan kembali mengaktifkan kembali sel-sel tidur terorisme di Indonesia. Hanya saja, berbeda dengan pada saat zaman ISIS, di mana ada WNI yang bertolak ke Suriah ke untuk bergabung dengan ISIS. Tetapi pada kali ini, sepertinya sel-sel tidur terorisme di Indonesia hanya akan melakukan aksi solidaritas kemanusiaan saja.
Kemungkinan WNI merapat ke Palestina untuk ikut perang bisa saja terjadi, tetapi kemungkinannya kecil. Pasalnya, belum ada indikasi sel-sel tidur terorisme di Indonesia melakukan pelatihan militer. Padahal, untuk terjun dan membantu langsung Hamas di Palestina membutuhkan skill dan energi yang besar. Maklumlah Israel merupakan negara yang memiliki kekuatan militer yang cukup kuat dan diperkuat alutsista modern.
Namun harus tetap belajar dari pada saat ramai ISIS. Di mana, sejumlah WNI tertarik bergabung karena diiming-imingi sesuatu. Di mana, menurut data Kemenkumham per 25 Februari 2020, ada 1.276 orang WNI eks-ISIS.
"Memang masih harus diteliti lagi. Tetapi, kalau belajar dari pengalaman saat zaman ISIS, untuk kondisi sekarang, sel-sel tidur terorisme di Indonesia cenderung hanya akan melakukan solidaritas kemanusiaan," kata Stanislaus Riyanta saat dihubungi Alinea.id, Kamis (2/11).
Soal sel-sel tidur tersebut melakukan aksi pemboman terhadap sejumlah objek yang dianggap mendukung Israel di Indonesia, sangatlah kecil. Pasalnya, Indonesia merupakan negara yang aktif mendukung kemerdekaan Palestina. Bahkan, pemerintah juga aktif memberikan bantuan kemanusiaan ke Palestina.
"Saya kira aksi bom di Indonesia kecil kemungkinannya. Karena pengawasannya ketat. Apalagi saat ini, lebih banyak sel keluarga. Sedangkan kelompok besar perlu persiapan khusus. Kecuali sudah ada target," ucap dia.
Tetapi untuk mencegah meluasnya spekulasi, ada baiknya Kapolri membuka data dan fakta yang dimiliki soal ancaman terorisme dan konflik, akibat dari dinamika dan tantangan global, termasuk perang Israel-Hamas. Menurut pengamat radikalisme dan terorisme Muhammad AS Hikam, hal itu perlu dilakukan agar jangan sampai ada anggapan kalau Kapolri tidak peka terhadap nasib rakyat Palestina.
"Harus ada semacam bukti awal. Jangan sampai ada spekulasi. Sebab bisa ke mana-mana dampaknya. Ini bahaya. Dengan spekulasi itu, seolah-olah melupakan rakyat Palestina. Sementara bangsa lain, rakyatnya bersimpati kepada Palestina. Padahal bangsa kita punya utang budi kepada Palestina," tutur dia.