close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Direktur Penyidikan sekaligus Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Brigjen Asep Guntur Rahayu. Alinea.id/dokumentasi
icon caption
Direktur Penyidikan sekaligus Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Brigjen Asep Guntur Rahayu. Alinea.id/dokumentasi
Nasional
Jumat, 28 Juli 2023 21:42

Beredar pernyataan Asep Guntur Rahayu mundur dari KPK di aplikasi pesan singkat

Pesan yang diduga dari Brigjen Asep Guntur Rahayu itu, juga mengungkapkan alasan pengunduran diri.
swipe

Protes TNI terhadap penetapan anggotanya sebagai tersangka pada kasus dugaan korupsi di Basarnas pada Kamis (27/8) oleh KPK berbuntut panjang. Diawali dari permintaan maaf dari Wakil Ketua KPK Johanis Tanak kepada rombongan Puspom TNI pada Jumat (28/7).

Tak lama berselang, beredar pernyataan melalui aplikasi pesan singkat pengunduran diri Direktur Penyidikan sekaligus Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Brigjen Asep Guntur Rahayu.

"Sebagai pertanggungjawaban saya selaku Direktur Penyidikan dan Plt Deputi Penindakan. Dengan ini, saya mengajukan pengunduran diri. Karena itu bukti saya tidak mampu mengemban amanah sebagai Direktur Penyidikan dan Plt Deputi Penindakan," tulis pesan singkat itu yang diterima wartawan, Jumat (28/7).

Pesan singkat itu juga menjelaskan kapan surat resminya akan disampaikan.

"Surat resmi akan saya sampaikan Senin," tulisan pesan itu lagi.

Tidak hanya itu, pesan yang diduga dari Brigjen Asep Guntur Rahayu itu, juga mengungkapkan alasan pengunduran diri. Tetapi yang jelas, surat itu menjelaskan apa yang telah dilakukan Brigjen Asep Guntur Rahayu serta rekan penyelidik, penyidik, dan penuntut umum semata-mata dalam rangka memberantas korupsi.

"Sehubungan dengan polemik terkait OTT di Basarnas dan hasil pertemuan dengan jajaran Pom TNI beserta PJU Mabes TNI. Di mana kesimpulannya dalam pelaksanaan OTT dan penetapan tersangka penyidik melakukan kekhilafan dan sudah dipublikasikan di media," bunyi pesan itu.

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengungkapkan permintaan maaf saat memberikan keterangan bersama rombongan Puspom TNI, atas polemik penanganan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas.

"Ada kekeliruan, kekhilafan dari tim kami yang melakukan penangkapan. Oleh karena itu, kami dalam rapat tadi sudah menyampaikan kepada teman-teman TNI kiranya dapat disampaikan kepada Panglima TNI dan jajaran TNI, atas kekhilafan ini. Kami mohon dimaafkan," tandasnya.

KPK melakukan kegiatan tangkap tangan terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa suap pengadaan barang dan jasa di Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) pada 2021 sampai dengan 2023.

Dalam kegiatan tangkap tangan yang berlangsung pada 25 Juli 2023 di wilayah Jakarta Timur dan Kota Bekasi tersebut, KPK mengamankan sejumlah 11 orang, yaitu MR Direktur Utama PT IGK, JH Direktur Keuangan PT IGK, RK Manajer Keuangan PT IGK, ER SPV Treasury PT IGK, DN Staf keuangan PT IGK, HW Supir MR, EH Staf keuangan PT IGK, ABC Koordinator Staf Administrasi (Koorsmin) Kepala Basarnas, RA Direktur Utama PT KAU, SA bagian keuangan PT KAU, serta TM staf operasional PT KAU. Selain itu, KPK juga mengamankan barang bukti uang tunai sejumlah Rp999,7 juta.

Dalam proses pemeriksaannya, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup sehingga menaikkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan lima tersangka. Yaitu, MG Komisaris Utama PT MGCS, MR, RA, HA Kepala Basarnas periode 2021- 2023, dan ABC.

KPK kemudian melakukan penahanan terhadap tersangka MR dan RA untuk 20 hari pertama terhitung mulai 26 Juli sampai 14 Agustus 2023. Penahanan terhadap tersangka MR dilakukan di Rutan KPK pada gedung Merah Putih dan RA di Rutan KPK pada Kavling C1 gedung Pusat Edukasi Antikorupsi.

Sedangkan terhadap tersangka HA dan ABC proses penegakan hukumnya diserahkan kepada Puspom Mabes TNI, dengan tim gabungan penyidik KPK dan Pupom Mabes TNI. Kemudian untuk tersangka MG diimbau untuk kooperatif hadir ke KPK.

Pada konstruksi perkaranya, Sejak 2021 Basarnas melaksanakan beberapa tender proyek pekerjaan melalui layanan LPSE Basarnas. Pada 2023, Basarnas membuka tender proyek di antaranya pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar, Pengadaan Public Safety Diving Equipment dengan kontrak senilai Rp17,4 miliar dan pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha (Multiyears 2023-2024) dengan nilai kontrak sebesar Rp89,9 miliar.

Tersangka MG, MR, dan RA diduga melakukan pendekatan dengan menemui HA dan ABC untuk dapat dimenangkan dalam tiga proyek tersebut. Dalam pertemuan ini, diduga terjadi ‘deal’ pemberian sejumlah uang berupa fee sebesar 10% dari nilai kontrak, dengan HA mengkondisikan dan menunjuk perusahaan MG, MR, dan RA sebagai pemenang tendernya.

Penyerahan uang kepada HA melalui ABC tersebut kemudian menggunakan istilah ‘Dako’ (Dana Komando). Yaitu penyerahan yang dilakukan oleh MR atas persetujuan MG, uang sejumlah Rp999,7 juta secara tunai, dan RA yang menyerahkan uang sejumlah sekitar Rp4,1 miliar melalui aplikasi pengiriman setoran bank. Atas penyerahan sejumlah uang tersebut, perusahaan MG, MR dan RA dinyatakan sebagai pemenang tender.

Berdasarkan data dan Informasi lainnya, HA bersama dan melalui ABC juga diduga menerima suap dari berbagai vendor pemenang proyek di Basarnas pada 2021 sampai dengan 2023 sejumlah sekitar Rp88,3 miliar.  Hal ini akan didalami lebih lanjut oleh Tim gabungan Penyidik KPK bersama Tim Penyidik Puspom Mabes TNI.

Atas perbuatan tersebut, tersangka MG, MR dan RA sebagai pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Tentara Nasional Indonesia (TNI) sendiri mengaku keberatan atas penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bagi dua anggotanya. Mereka adalah Kabasarnas Marsekal Madya (Marsdya) Henri Alfiandi (HA) dan Koorsmin Basarnas Letkol Afri Budi Cahyanto (ABC).

Danpuspom TNI Marsekal Muda (Marsda) TNI Agung Handoko mengatakan, mereka sempat berdiskusi soal kasus ini dengan KPK saat gelar perkara. Rasa keberatan telah disampaikan ke penyidik karena kedua anggota itu adalah militer dan satuannya telah memiliki aturannya sendiri.

"Dari tim kami terus terang keberatan karena itu ditetapkan tersangka khususnya yang militer. Namun, pada saat konpers, statement itu keluar, bahwa Letkol ABC maupun Kabasarnas ditetapkan sebagai tersangka," katanya di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (28/7).

Agung mengatakan, setelah pemeriksaan di KPK 1x24 jam, Letkol Afri kemudian diserahkan ke Puspom TNI dengan status dari KPK sebagai tahanan. Agung menyebut pihaknya pada saat itu belum menjalankan proses hukum karena harus berdasarkan laporan.

Namun, saat itu dari rekan KPK yang melakukan penangkapan belum membuat laporan kepada TNI selaku penyidik di lingkungan militer. Alhasil, saat itu Letkol ABC hanya titipan dan seharusnya penyerahan yang bersangkutan diikuti barang bukti yang ada pada saat OTT tersebut.

Sementara, pihak TNI baru hari ini menerima laporan resmi polisi dari pihak KPK. Maka dari itu, Puspom TNI bergerak terhadap dua anggota TNI yang diduga terlibat kasus suap.

"Tetapi penetapan tersangka adalah kewenangan TNI. Jadi intinya kita saling menghormati aturan masing-masing. TNI punya aturan, dari pihak KPK hukum umum punya aturan juga. Kami TNI tak bisa menetapkan orang sipil sebagai tersangka, begitu juga harapan kami KPK juga demikian," ucap Agung.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan