Kejaksaan mengembalikan berkas perkara tambang ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim) atau kasus Ismail Bolong. Bersama Budi alias BP dan Rinto alias RP, ketiganya ditetapkan sebagai tersangka.
Kadiv Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, kini penyidik kepolisian tengah melakukan pemenuhan petunjuk dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Pengembalian berkas baru diterima kemarin (21/12).
“Jadi tim penyidik masih memenuhi apa saja petunjuk dari JPU,” kata Dedi di Kawasan Monas, Kamis (22/12).
Dedi menyebut, penyidik memiliki target 14 hari untuk memenuhi petunjuk tersebut. Proses ini masih dalam tahap I.
“Nanti apabila sudah terpenuhi selama 14 hari intinya berkas perkara akan dikasih ke JPU untuk diteliti kembali,” ujarnya.
Sebagai informasi, kasus itu berdasarkan laporan polisi nomor LP/A/0099/II/2022/SPKT Dirtipidter Bareskrim Polri tanggal 23 Februari 2022 terkait dengan dugaan penambangan ilegal.
Budi berperan sebagai penambang batu bara tanpa izin atau ilegal, Sementara Rinto sebagai kuasa Direktur PT EMP berperan mengatur operasional batu bara dari mulai kegiatan penambangan, pengangkutan, dan penguatan dalam rangka dijual dengan atas nama PT EMP.
Namun, untuk Ismail Bolong berperan mengatur rangkaian kegiatan penambangan ilegal pada lingkungan PKP2B perusahaan lain. Ismail Bolong juga menjabat sebagai komisaris PT EMP yang tidak memiliki izin usaha penambangan untuk melakukan kegiatan penambangan.
Kasus tambang ilegal itu berlangsung sejak November 2021. Tempat kejadian perkara (TKP) ada di Terminal Khusus PT MTE yang terletak di Kaltim.
Kemudian, lokasi penambangan dan penyimpanan batu bara hasil penambangan ilegal yang juga termasuk dalam Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT SB.
Para tersangka disangka melanggar Pasal 158 dan Pasal 161 Undang-undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara jo Pasal 55 ayar 1 KUHP, dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar.