Penyidik Bareskrim Polri akan melakukan pelimpahan berkas tersangka kasus dugaan penyelewengan dana lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Whisnu Hermawan mengatakan, saat ini berkasa perkara para tersangka memang masih dilengkapi. Kendati demikian, ditargetkan akan selesai dalam waktu dekat.
"Minggu depan dilimpahkannya," katanya kepada Alinea.id, Jumat (12/8).
Sejauh ini terkait dengan penyitaan aset sendiri, dipastikan dia masih terus dilakukan penelusuran aset lainnya. Dia pun memastikan, semua aset yang didapat dari hasil penggelapan dana santunan korban jatuhnya pesawat Boeing JT 610 oleh ACT akan dirampas habis.
Terakhir diberitakan, Polri melaporkan dugaan penyelewengan terkait Dana Sosial Boeing oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) mencapai Rp107,3 miliar. Hasil itu didapatkan dari laporan tim audit dan penyidik Bareskrim Polri.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Kombes Nurul Azizah mengatakan, dugaan awal penyelewengan sebesar Rp40 miliar. Pengembangan kedua dilakukan dan angka penyelewengan bertambah menjadi Rp68 miliar, hingga pekan lalu, pengembangan berikutnya menunjukkan angka ratusan miliar itu muncul.
“Dari hasil pendalaman Penyidik Bareskrim Polri dan Tim Audit bahwa Dana Sosial Boeing yang digunakan tidak sesuai dengan peruntukannya diduga sebesar Rp107,3 miliar,” kata Nurul di Mabes Polri, Senin (8/8).
Nurul menyebut, dana tersebut digunakan untuk pengadaan Armada Rice Truk sebesar Rp2 miliar. Sementara, dana pengadaan Armada Program Big Food Bus Rp2,8 miliar.
Ada pula aliran dana untuk pembangan pesantren peradaban Tasikmalaya Rp8,79 miliar. NIlai Rp10 miliar juga mengalir ke Koperasi Syariah 212 sebagai dana talangan.
Dua badan usaha yang menerima dana dari ACT antara lain CV CUN sebesar Rp3,05 miliar dan PT MBGS sebesar Rp7,85 miliar. ACT menggunakan dana itu juga untuk operasional yayasan seperti gaji, tunjangan, sewa kantor dan pelunasan pembelian kantor.
“Serta, dana untuk yayasan lain yang terafiliasi ACT,” ujar Nurul.
Penyidik juga menemukan dana sosial Boeing yang digunakan untuk kegiatan pembangunan sarana sosial sesuai proposal ahli waris, berdasarkan hasil audit diduga hanya sebesar Rp30,8 miliar.
Dalam kasus ini,
Bareskrim Polri telah menetapkan Presiden ACT Ibnu Khajar dan mantan Presiden ACT Ahyudin sebagai tersangka kasus dugaan penggelapan dana donasi. Ahyudin dan Ibnu Khajar serta dua tersangka lainnya terancam hukuman 20 tahun penjara.
Dua tersangka lainnya, yakni Hariyana Hermain, merupakan salah satu pembina ACT dan memiliki jabatan tinggi lain di ACT, termasuk mengurusi keuangan. Ada juga tersangka lain, yakni Novariandi Imam Akbari (NIA) selaku Ketua Dewan Pembina ACT.