Sidang terhadap aktivis Papua yang menjadi tahanan politik (tapol), Dano Tabuni, ditunda. Penundaan tersebut karena penasihat hukum terdakwa keberatan belum menerima surat dakwaan dan berkas perkara sampai sidang digelar hari ini, Senin (16/12) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Menurut anggota Tim Advokasi Papua, Maruli Rajaguguk, dua berkas itu harusnya sudah diserahkan kepada pihaknya sebelum sidang dimulai. Hal itu sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Terlebih, tuduhan kepada kliennya tidak main-main, yakni makar.
“Ancamannya sangat serius terhadap para terdakwa (20 tahun sampai seumur hidup), karena terdakwa sendiri mengatakan keberatan atas surat dakwaan dan berkas perkara,” kata Maruli dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (16/12).
Menanggapi keberatan tersebut, Hakim Ketua Agustinus Setya Wahyu Triwiranto, memutuskan untuk menunda sidang dan meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyerahkan berkas kepada kuasa hukum terdakwa. Selain itu, penundaan dilakukan agar pihak kuasa hukum terdakwa memiliki waktu untuk mempelajari surat dakwaan dan berkas perkara.
"Jadi, kita tunda sidang hari Kamis, tanggal 19 (Desember 2019)," ujar dia.
Hal senada juga berlaku untuk sidang perkara 1303/Pid.B/2019/PN Jkt.Pst dengan terdakwa Paulus Surya Anta Ginting, Charles Kossay, Ambrosius Mulait dan Isay Wenda dakwaan, serta perkara nomor 1305/Pid.B/2019/PN Jkt.Pst dengan terdakwa Arina Elopere.
Alasan penundaan juga serupa, yaitu karena penasihat hukum belum menerima berkas perkara dan surat dakwaan. Khusus untuk Arina Elopere, Tim Advokasi Papua baru menerima surat dakwaan, sedangkan berkas perkara belum menerima.
Sebelumnya, penetapan tersangka dilakukan setelah enam aktivis tersebut karena kedapatan membawa bendera Bintang Kejora saat melakukan aksi demonstrasi di depan Istana Merdeka pada 28 Agustus 2019. Keenam tapol Papua tersebut dijerat Pasal 106 dan 110 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait keamanan negara.
Di sisi lain, sebelum sidang perkara digelar, Tim Advokasi Papua sudah melayangkan permohonan praperadilan. Ihwal itu karena proses penangkapan yang dilakukan terhadap enam tapol dianggap tidak sah karena dilakukan di luar prosedur yang berlaku.
Akan tetapi, Hakim Tunggal Agus Widodo menilai permohonan yang diajukan cacat formil dan materil. "Menyatakan permohonan praperadilan tidak dapat diterima," kata Agus.