Badan Informasi Geospasial (BIG) meluncurkan Gazeter Republik Indonesia (GRI) 2022, Selasa (13/12). Gazeter RI merupakan dokumen yang digunakan sebagai acuan bersama terkait nama rupabumi di Indonesia.
Kepala BIG, Muh. Aris Marfai, menuturkan, penyusunan GRI 2022 tidak lepas dari sejumlah kendala. Salah satunya, terkait cakupan wilayah Indonesia yang luas dan terdiri dari ribuan pulau.
"Tantangannya banyak sekali. Kaitannya dengan kita harus meng-cover seluruh Indonesia, meskipun juga pemerintah daerah akan melakukan itu [penyelenggaraan nama rupabumi]," kata Aris saat ditemui usai peluncuran GRI .
Tak hanya itu, imbuh Aris, kendala lainnya terkait penamaan lokal yang menyesuaikan daerah masing-masing hingga perubahan nama rupabumi.
Aris menuturkan, GRI merupakan dokumen yang bersifat dinamis. Artinya, dapat berubah sewaktu-waktu seiring penambahan atau perubahan nama rupabumi.
"Ada nama yang kemudian diusulkan, ada jalan yang kemudian diubah atau diberi nama yang lain, dan sebagainya. Dan ini terus akan bertambah seiring dengan meningkatnya penyelenggaraan nama rupabumi," terang Aris.
Lebih lanjut, BIG tengah menyusun rancangan peraturan terkait penyelenggaraan pemberian nama unsur rupabumi. Ini merupakan mandat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nama Rupabumi.
Rancangan peraturan ini meliputi petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) penyelenggaraan nama rupabumi, termasuk prosesnya yang meliputi pengumpulan, penelaahan, hingga pengumuman nama rupabumi.
"Kita sudah menyusun rancangan peraturannya, dan ini memang sekali lagi perlu harmonisasi. Dan ini posisinya di Kemenkumham. Nanti perlu dikomunikasikan lagi dengan Kemendagri karena ini terkait dengan tata kelola pemerintahan juga, kan, penamaan itu. Sehingga, nanti harapannya Januari 2023, kita sudah punya peraturan teknisnya yang lebih detail," ungkap Aris.
Kepala Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim BIG, Ade Komara Mulyana, menambahkan, tantangan paling berat dalam penyusunan dokumen GRI adalah kesadaran akan pentingnya penyelenggaraan nama rupabumi. Sebab, setiap pemerintah daerah (pemda) memiliki pandangan yang beragam.
Ade menilai, penyelenggaraan nama rupabumi sangat bertumpu dengan partisipasi jajaran di pemda mengingat objek-objek rupabumi berada di masing-masing daerah. Oleh karenanya, penyelenggaraan nama rupabumi pertama kali dapat berlangsung di tingkat pemda.
"Banyak di antara pemda kita yang belum sadar tentang pentingnya hal ini sehingga dari sisi kebijakan juga belum mendukung sepenuhnya," ujar Ade.
Kendati demikian, terdapat sejumlah wilayah yang telah memiliki kebijakan, mengalokasikan anggaran, serta menyediakan sumber daya manusia (SDM) untuk melakukan penyelenggaraan nama rupabumi. Oleh karenanya, beberapa waktu lalu, BIG memberikan penghargaan kepada daerah yang turut berpartisipasi dalam program tersebut melalui Bhumandala Award.
Namun, Ade menekankan, mengingat Indonesia memiliki wilayah yang luas, maka cakupan objek rupabumi yang perlu dibakukan penamaannya juga masih harus terus dilakukan. Bahkan, berdasarkan kajian estimasi yang dilakukan, ada 8,3 juta objek di Indonesia yang perlu dibakukan.
"Kita punya 500 sekian kabupaten/kota juga 34 tambah 4 provinsi baru. Pekerjaan besar kita masih banyak," tukas dia.
Peluncuran GRI 2022 ditandai secara simbolis dengan pemukulan gong, yang dilanjutkan pembagian dokumen GRI 2022 kepada perwakilan kementerian/lembaga, pemda, serta seluruh tamu undangan dan narasumber yang hadir dalam acara tersebut. Kegiatan ini diharapkan menjadi acuan resmi dalam daftar nama rupabumi di Indonesia yang telah dibakukan.
GRI 2022 diterbitkan dalam dua format dokumen. Pertama, berisi seluruh daftar nama rupabumi baku yang dikumpulkan BIG selama 2022. Kedua, berisi daftar nama rupabumi baku untuk unsur rupabumi pulau.